Thursday, 1 August 2019

Jejak Hindu di Bumiayu



Menelusuri Jejak Hindu di Bumiayu
Bumiayu merupakan kota kecamatan yang terletak di selatan Kabupaten Brebes. Bumiayu dalam perkembangannya tidak lepas dari sejarah kota itu sendiri. Walaupun kota bumiayu dalam kondisi sekarang jauh dari nilai-nilai sejarah. Hal ini bisa dilihat dari progress pembangunan kotanya. Yang terlihat adalah pertokoan, sepanjang jalan utama tidak dijumpai bangunan yang bernilai sejarah. Sekilas memang tidak terdapat bangunan atau situs di sekitar kota Bumiayu. Tetapi jika kita telusur lebih jauh,  Bumiayu ternyata menyimpan beberapa peninggalan Hindu. Peninggalan peradaban lama tersebut sekarang dalam kondisi yang tidak utuh, karena termakan usia, kurangnya penanganan dari pihak terkait dan tindakan vandalis dari beberapa orang yang tidak paham sejarah.
Memang tidak banyak situs ataupun bangunan suci peninggalan Hindu, yang terdapat di Bumiayu. Hanya ada dua situs diwilayah Bumiayu atau Brebes Selatan. Yaitu Situs Watu Jaran di Laren, Bumiayu dan Candi Pangkuan di Cilibur, Paguyangan dan yang baru-baru ini d temukan situs Gagang Golok di Galuh Timur. Sebelum membahas lebih dalam tentang ketiga situs atau candi tersebut. Ada baiknya kita memahami konsep dari pembuatan candi dalam agama Hindu. Secara umum candi merupakan bangunan dari bebatuan yang berfungsi sebagai bangunan keagamaan. Dan di Indonesia bangunan candi berfungsi sebagai tempat pemujaan kepada dewa. Tetapi ada beberap candi yang berfungsi sebagai pengajaran agama, penyimpanan abu jenazah para raja, dan pemujaan terhadap roh nenek moyang.
Sekilas tentang Hindu
Sebelum Islam datang ke Nusantara, kedua agama yaitu Hindu dan Budha sudah lebih dahulu masuk. Secara umum keberadaan candi yang ada di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh agama Hindu yang berkembang pada abad ke 4 –ke-14. Sebagai mana kita tahu, agama Hindu sendiri berasal dari India. Hal ini di tandai dengan berdirinya kerajaraan Kutai dan Tarumanegara yang bercorak Hindu. Kehadiran Agama Hindu ke Indonesia menandai berakhirnya zaman prasejarah di Indonesia. Ciri-ciri peralihan zaman pra sejarah adalah dengan di kenalnya tulisan. Hal ini di buktikan dari beberapa prasasti yang ditemukan yang berasal dari Kerajaan Tarumanegara yang menggunakan tulisan Pallawa, tulisan asli India. Ini membuktikan bahwa, agama Hindu masuk ke Indonesia dan mengakhiri masa prasejarah di Indonesia, memasuki masa sejarah.
Dapat dibayangkan nenek monyang kita pada masa pra sejarah seperti apa, tidak tahu menahu tentang agama atau tulisan. Dapat dikatakan kehidupan pada masa pra- sejarah memang belum mengenal agama. Berarti semua agama yang ada di Nusantara adalah impor atau pendatang. Agama Hindu dan Budha dengan ajaran nya telah meninggalkan sebuah peradaban besar di tanah Jawa. Ditandai dengan berdiri nya kerajaan-kerajaan besar seperti Mataram Kuno, Majapahit, Padjajaran, Sriwijaya, Singosari dan lain nya. Agama Hindu tumbuh dan berkembang di tanah Jawa di tandai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu.
Masuknya agama Hindu ke Indonesia di perkiraan pada abad ke 4, hal ini di tandai dengan berdirinya kerajaan Kutai Kertanegara dan Tarumanegara. Di indikasikan kedua kerjaan tersebut bercorak Hindu. Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang penyebaran agama Hindu di Nusantara.
Yang pertama adalah teori Brahmana, teori ini di cetuskan oleh Van Leur. Van Leur berpendapat bahwa Agama Hindu di bawa dan sebarkan ke Indonesia oleh para Brahmana atau Pendeta. Dalam konteks ini, karena para Brahmana mengetahui tentang kitab Wedha, kitab suci agama Hindu. Selain itu, para Brahmana bertanggung jawab penuh dengan penyebaran agama Hindu. Yang kedua adalah teori Kesatria, teori ini di kemukakan oleh Majundar, Moekrji, dan Nehru. Mereka berpendapat, bahwa para Kesatrialah yang memnyebarkan agama Hindu di Indonesia. Para kesatria mencoba menaklukan kerajaan kerajaan di Indonesia pada waktu itu. Tetapi kalau di lihat dari eksistensi kerajaan yang berdiri di Indonesia, pada waktu itu tidak ada satupun kerajaan di bawah langsung kerajaan India.
Berikutnya adalah teori Waisa, teori ini di kemukakan oleh Krom. Menurut Krom, agama Hindu di sebarkan di Indonesia oleh para pedagang. Hal ini di buktikan dengan aktivitas perdangan antara bangsa India dan orang Nusantara pada waktu itu. Teori ini dapat dikatakan cukup kuat, karena secara historis nenek monyang bangsa kita adalah seorang pelaut ulung dan juga pedagang. Teori selanjutnya adalah teori sudra, dalam konteks ini Agama Hindu di bawa ke Indonesia oleh golongan kasta Sudra. Menurut teori ini, para budak ingin memperbaiki nasib hidupnya dengan cara bermigrasi ke Nusantara, sekaligus menyebarkan agama Hindu. Teori ini tidak terlalu kuat, hal ini dapat di lihat bahwa kaum Sudra tidak memiliki kapasitas dalam menyebarkan agama Hindu. Teori berikutnya adalah teori Arus Balik, bahwa bangsa di Nusantara belajar langsung ke pusat agama Hindu di India. Setelah itu mereka lalu mengajarkan kembali agama Hindu di Nusantara. Tetapi menurut catatan sejarah, bahwa orang oarng di Nusantara belajar Agama Hindu setelah berdiri beberapa kerajaan yang menganut agama Hindu, salah satunya adalah Sriwijaya di Sumatra. Dalam catatan sejarah mengirim beberapa orang untuk belajar langsung agama Hindu di India.

Candi Pangkuan di Cilibur


Bumiayu dan jejak Hindu

Lalu apa kolerasinya dengan Bumiayu, yang notabene tidak ada peninggalan kerajaan yang signifikan. Bumiayu jika dilihat dari peta kerajaan jaman dulu, Bumiayu termasuk dalam kerajaan Galuh. Tetapi dari beberapa situs yang di temukan di Bumiayu, memang belum dapat disimpulkan peninggalan atau termasuk wilayah kerajaan mana. Jika mengacu ke catatan sejarah, dan peta sejarah pada masa lalu, Bumiayu termasuk dalam kerajaan Galuh. Dari penulusuran penulis, ditemui situs peninggalan hindu. Di antara peninggalan Hindu itu antara lain, Candi Pangkuan di Karang Gandul, Cilibur Paguyangan, Situs Watu Jaran di Karang Dawa, Laren Bumiayu dan yang terakhir situs Gagang Golok yang baru- baru ini di temukan di dukuh Kalipucang, Galuh Timur Tonjong. Tetapi sampai sejauh ini dari penelitian, kunjungan, atau ekskavasi dari Balai Arkeologi, belum dapat di menyimpulkan dari kerajaan mana  dan tahun berapa.
Situs yang pertama adalah situs Pangkuan yang berlokasi di Karang Gandul, Cilibur Paguyangan. Candi Pangkuan itulah warga setempat menyebutnya, tapi orang terdahulu menyebutnya dengan  Alas Tua (hutan yang sudah sangat tua) dan terletak di dataran tinggi (700m dpl). Letak Candi ataupun situs terletak tidak jauh dari jalan utama Cilibur, untuk dapat sampai ke Candi pangkuan harus menempuh jarak sekitar 10 km dari pusat kota Bumiayu. Sedangkan untuk akses kesana dapat di tempuh menggunakan angkutan desa, ojek ataupun mobil pribadi. Dengan kondisi jalan yang naik dan berkelok-kelok, perjalanan untuk sampai ke candi dapat ditempuh sekitar dua puluh menit. Candi ataupun situs pangkuan , jangan di bayangkan sama dengan candi-candi lainnya di Jawa. Candi Pangkuan hanya gundukan tanah atau bukit yang ditumbuhi rerimbunan pohon tua dan semak-semak. Namun ketika sudah masuk area tersebut akan di temui yaitu Lingga yang cukup besar dengan tinggi kurang lebih satu meter. Dan beberapa rumpun batu yang tidak utuh, yang di perkirakan sebuah arca atau bentuk lain. Dalam Hindu, lingga dan Yoni adalah perlambang alat kelamin laki - laki dan perempuan. Dalam kamus Jawa menjelaskan bahwa “Lingga” tanda, ciri, isyarat, sifat khas, bukti keterangan, petunjuk; Lingga, lambang kemaluan lelaki (terutama Lingga Siwa dibentuk tiang batu), patung dewa, titik tugu pemujaan, titik pusat, pusat poros, sumbu”. Dengan adanya lingga dan yoni ini menandakan bahwa tempat tersebut dahulu adalah daerah yang subur. Lingga dan Yoni sendiri paling sering ditemukan di dekat candi. Lingga sendiri berbentuk batu yang tegak seperti kemaluan laki - laki. Lingga berasal dari kata sansekerta yang berarti tanda, ciri, isyarat, bukti dan keterangan
Tim Balai Arkeologi Yogyakarta sedang mengukur lingga di Candi Pangkuan

Selain terdapat Lingga di sisi sebelah selatan situs, terdapat beberapa makam yang berurukan panjang. Tidak diketahui makam siapa saja di situ, tapi bisa jadi makam tua tersebut merupakan leluhur dari desa di sekitar. Walaupun letaknya di ujung desa dan pinggir jalan, Candi Pangkuan masih terdapat satwa liar nya yaitu monyet dan juga babi hutan. Sampai dengan sekarang, belum dapat disimpulkan Candi pangkuan tersebut dulu nya apakah candi, tempat pemujaan atau bangunan jenis lain. Hal ini di karenakan belum di lakukan nya penelitian ataupun ekskavasi dari badan arkeologi. Karena untuk membuktikan berapa usia candi atau bangunan kuno, harus di lakukan secara ilmiah tidak hanya menduga-duga. Sejauh pengalaman penulis menemani tim Arkeolog dari Yogyakarta, yang langsung mengunjungi situs Pangkuan dan Watu Jaran. Memang, belum dapat di simpulkan karena harus menggali lapisan tanah, sehingga nanti dapat terdeteksi usia atau umur dari situs tersebut.
Situs berikutnya adalah, situs Watu Jaran di Karang Dawa, Laren Bumiayu. Situs watu jaran, letaknya tidak jauh dari kota Bumiayu. Dapat di tempuh dengan kendaraan umum kurang lebih 10 menit dari kota Bumiayu. Situs Watu Jaran, terletak di jalan desa Karang Dawa – Pruwatan. Letaknya di ujung desa dekat dengan areal persawahan dan di pinggir jalan utama desa. Situs ini juga di indikasikan merupakan peninggalan masa Hindu. Dalam konteks ini, dapat di lihat dari fragmen atau benda yang di temukan di situs tersebut. Di situs Watu Jaran terdapat empat arca Yoni, umpak, dan  Patung Lembu Andini. Sealian itu juga terdapat batu bata sebagai bagian dari struktur candi. Batu bata merah yang ada di situ ukuran nya berbeda dengan batu bata masa sekarang. Batu bata yang ada di area tersebut empat kali lebih besar dari bata sekarang. Dengan adanya artefak yang menandakan agama Hindu. Kemungkinan situs tersebut merupakan tempat pemujaan terhadap Dewa Shiwa, yang termasuk dalam ajaran trimurti dalam agama Hindu.
Arca Lembu Nandi yang berada di situs Watu Jaran Laren
Terkait dengan adanya arca yoni di situs Watu Jaran, dalam konteks ini yoni merupakan arca berbentuk bujur sangkar dan juga biasanya terdapat tonjolan di salah satu sisinya. Di tengah Yoni biasanya terdapat lubang untuk menanamkan Lingga. Permukaan Yoni sendiri tidak rata namun di bagian tepi lebih tinggi yang berfungsi agar air tidak keluar apabila di siram dari lingga dan hanya akan keluar melalui cerat. Biasa nya keberadaan yoni berpasangan dengan lingga, tetapi kondisi di Watu Jaran hanya terdapat yoni saja. Selain yoni juga ada Umpak, umumnya kegunaan dari umpak ini sendiri dalam sebuah arsitektur bangunan adalah berfungsi untuk meninggikan bangunan serta memberikan ruang jeda antara tanah dengan kayu sebagai tiang penyangga. Hal ini dilakukan agar tiang menjadi lebih awet dan tidak dimakan rayap. Umpak dapat berasal dari susunan batu yang disemen atau bahkan sekedar tatanan batu bata. Akan tetapi yang paling sering dan umum digunakan adalah umpak berbahan dasar Batu Alam dalam hal ini Batu Alam Gunung Merapi atau Batu Candi. Sering pula lebih dikenal dengan sebutan batu umpak dibanding umpak batu.
Yang lebih penting lagi adalah arca Lembu Andini atau Nandini, dalah seekor lembu betina. Nama "Andini" yang dipakai di suku Jawa mempunyai arti yaitu "penurut". Figur lembu Nandini banyak dijadikan arca pada percandian Hindu di Jawa, terutama dari periode Medang Mataram, khususnya pada percandian yang memuja Dewa Syiwa. Dalam cerita pewayangan Nandini adalah seekor lembu betina. Lembu ini dipakai sebagai wahana (kendaraan) Batara Siwa. Lembu Nandini dikenal mempunyai sifat tak kenal takut. Nah, di situs Watu Jaran ini, arca yang sebenarnya adalah patung lembu Andini, tetapi karena masyarakat setempat sudah salah menafsirkan bentuk arca tersebut. Maka Arca Lembu tersebut di kenal masyarakat sekitar sebagai arca kuda ( jaran), maka situs tersebut di namakan Watu Jaran. Kondisi arca Lembu Andini di Situs ini, kondisi kepalanya sudah terpotong, sehingga wujudnya sudah tidak utuh. Dapat di indikasikan arca tersebut di rusak oleh orang yang tidak bertanggung jawab, entah faktor apa yang melatar belakangi perusakan arca tersebut.
Arca Drawapala dalam kondisi yang sudah hancur, disatukan kembali di iket tali 
Situs berikutnya yang masih bercorak Hindu adalah, situs Gagang Golok yang berlokasi di Kalipucang Galuh Timur, Tonjong. Situs ini belum lama di temukan dan di ekskavasi Balar ( Badan Arkeologi) dari Jogjakarta baru-baru ini (Juli 2019). Situs ini terletak di hutan jati milik perhutani dan berdekatan dengan rel kereta api. Sebenarnya keberadaan situs candi tersebut sudah lama diketahui pihak perhutani, dalam hal ini di tandai pembuatan patok sebagai tanda. Di komplek tersebut terdapat patok atau tanda dengan kode CB ( cagar Budaya), dan terdapat beberapa  batu. Tetapi masyarakat sekitar tidak mengetahui, bahwa  batu tersebut merupakan bagian candi. Sekretaris Desa Galuhtimur Muhajir mengatakan penemuan reruntuhan bangunan bermula ketika munculnya sebuah arca atau patung yang tertimbun. Tingginya hampir sekitar 70 centimeter. "Awalnya kelihatan sebuah arca. Tertutup bebatuan dan tanah, sehingga segera digali oleh warga sekitar," katanya, Senin (22/7/19).
Berdasarkan kunjungan penulis ke situs candi tersebut, memang terdapat sebuah arca yaitu arca Drawapala. Drawapala adalah arca penjaga candi atau tempat pemujaan, dan biasanya terletak di depan pintu candi. Sedangkan di sebelahnya terdapat reruntuhan  bangunan yang terbuat dari batu bata, dan ada beberapa umpak yang mengelilingi bangunan tersebut. Reruntuhan yang ditemukan mirip dengan sumur yang terdapat air di tengahnya. Kedalamannya mencapai tujuh meter. Sedangkan bentuknya persegi dengan dikelilingi tumpukan batu  bata yang berukuran 8x8 meter. Menurut Harun Alrosyid salah satu Staf BPCB saat berkunjung.Perkiraan awal reruntuhan bangunan yang ditemukan, merupakan bagian belakang candi. Artinya belum merupakan bagian utama dari candi. Sehingga diperkirakan bangunan utamanya masih ada di sekitar yang diperkirakan masih tertimbun. Dan sekilas memang reruntuhan tersebut memang mirip sebuah pentirtaan atau pemandian. Disamping terdapat umpak yang mengelilingi reruntuhan tersebut. Ketika terdapat umpak di sekitar, di pastikan terdapat penutup atau atap pada waktu itu.
Patung yang menyerupai hewan mitologi Hindu, entah itu Naga atau binatang lainnya.
Selain arca Drawapala yang di temukan, di situ juga terdapat potongan arca yang menyerupai kepala hewan , seperti ular atau naga. Dapat dilihat dari potongan arca tersebut terdapat mata dan taring, walaupun tidak utuh tetapi terlihat jelas itu bagian dari kepala. Jika menilik ke  mitologi Hindu, memang terdapat beberapa hewan mitologi. Dalam Hindu terdapat beberapa mahluk mitologi, seperti naga antaboga, jatayu, makara dan lainnya. Kondisi komplek candi tersebut sementara di batasi dengan pagar bambu dan garis polisi. Dengan tujuan untuk menghindari tindakan perusakan atau pencurian cagar budaya. Dan menurut informasi dari warga yang berjaga di situ, penggalian di hentikan sementara di karenakan perijinan dari pihak perhutani. Disamping itu dari pengamatan penulis, terdapat beberapa kerusakan barang bukti sejarah. Dimana tidak utuhnya lagi beberapa batu bata akibat penggalian yang tidak sesuai prosedur. Batu bata tersebut ada yang terpotong dan pecah, akibat terkena alat seperti cangkul, linggis dan benda tajam lainnya. Sangat di sayangkan, tidak utuhnya benda bukti sejarah tersebut. Padahal benda itu mendukung untuk keutuhan sebuah banguan kuno.
Secara keseluruhan struktur candi tersebut merupakan peninggalan Hindu Klasik. Dari berita yang beredar melalui berbagai media, bahwa situs tersebut di perkirakan peninggalan abad ke 5. Jika  menelisik ke sejarah nusantara, kerajaan yang berkembang di waktu itu adalah kerajaan Taruma Negara dan Galuh Purba. Lebih tua dari kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Memang untuk memastikan seberapa tua situs tersebut harus melalui penelitian ilmiah, sehingga dapat di ketahui usia dari situs tersebut. Dapat di banyangkan dahulu di daerah situ merupakan sebuah peradaban yang besar. Dalam konteks ini kemungkinan masih terdapat candi utama di kompleks tersebut. Kita berharap kedepannya dapat di lakukan ekskavasi, sehingga candi utama dapat terkuak. Untuk menguak misteri tersebut di butuhkan dukungan penuh dari pemda dan masyarakat sekitar  untuk melakukan penggalian. Sehingga kedepannya Brebes mempunyai tempat bersejarah dan dapat di jadikan destinasi wisata sejarah.










Wednesday, 24 July 2019

Bumiayu Pustaka



Sekilas Sejarah Bumiayu Pustaka
Berawal dari kecintaan saya kepada buku Sebelum menjejakan kaki di Jogja pada tahun 2005, saya sudah minat akan membaca. Di rumah terdapat buku-buku dan majalah koleksi bapak. Dari situ mulai ada minat baca, walaupun kebanyakan tentang buku agama dan ada beberapa majalah yang membahas kajian umum. Tahun 2005 , saya hijrah ke kota pelajar Jogjakarta. Dengan di terimanya saya di perguruan tinggi negeri, ISI Jogjakarta. Ternyata iklim keilmuan dan.seni di lingkungam ISI jogja sangat kritis dan hidup. Pada awal awal kuliah, saya mulai membelanjakan buku- buku dari uang bulanan. Dimana kebetulan di lingkungan kampus ada yang melapak atau berjualan buku dengan hrga yang murah. Sejak itulah sya mulai memperbanyak bacaan. Mulai dari filsafat, sains,seni, budaya, sejarah, agama dan disiplin ilmu lain nya. Disamping itu, sya kerap mendatangi pameran buku di jogja. Pameran buku yang hampir tiap tahun dilaksanakan di berbagai tempat di jogja. Pameran buku di jogja dalam.satu tahun dilaksanakan 3- 5 kali.

              Dari pameran buku tersebut saya banyak membeli buku dengan harga yang murah tapi berkwalitas dan original. Sampai dengan sya lulus tahun 2011, buku sudah banyak. Dari sekian banyak buku yang saya punya, ada yang sudah di baca dan ada yang belum. Hal ini di karenakan kesibukan dengan kehidupan pada umumnya, selain juga kesibukan berkesenian. Sesudah lulus pengadaan buku berhenti, karena saya fokus di pekerjaan dan keluarga. tapi perlahan ,karena kecintaan saya pada literasi, sya mulai memperbanyak buku sampai dengan saat ini. Singkat cerita, pada awal nya buku- buku koleksi saya hanya saya pinjamkan pada teman dekat dan komunitas seni saya. Seiring dengan berjalan nya waktu, sya mempunyai prmikiran untuk dapat berbagi ilmu melalui dunia buku. Disamping itu juga atas dasar keprihatinan saya dengan iklim.literasi di bumiayu yang sangat- sangat minim. Bumiayu dalam pandangan saya, pada umumnya hanya masih seputar urusan perut dan konsumtif dalam gaya hidup.
             Dengan niat mencerdaskan dan berbagi ilmu melalui bacaan, maka saya berinisiatif untuk membuat perpustakaan umum di Bumiayu. Dengan mengambil nama kota bumiayu sebagai nama perpustakaan  maka berdirilah ‘ Bumiayu Pustaka.  Dengan buku-buku yang sudah saya kumpulkan sejak masa awal kuliah dulu sampai sekarang da nada beberapa donasi dari teman dekat, maka buku-buku sampai sekarang sudah terkumpul semakin banyak. Untuk kepengurusan perpustakaan sementara masih di kelola saya pribadi. Sedangkan untuk alamat nya sementara di Rt.5/Rw.2 Glempang, Adisana, Bumiayu, kurang lebih 300 meter dari terminal Bumiayu kea rah Timur. Perpustakaan berada di dalam rumah, satu ruangan dengan studio lukis, karena admin kegiatan nya selain mengajar juga di rumah melukis.
              Bumiayu Pustaka segmentasi nya adalah pelajar tingkat SMA/SMK, mahasiswa, dan juga umum. Kenapa sasaran nya bukan ank-anak?. Hal ini di karenakan pengelolaan masih pribadi, dan juga tempat belum representative, selain itu kesibukan pengurus yang masih belum dapat meluangkan waktu untuk kegiatan anak-anak. Jadi perpustakaan Bumiayu Pustaka lebih konsentrasi meminjamkan buku di kalangan Pelajar dan umum. Buku- buku yang ada di perpustakaan sudah cukup banyak, terhitung hampir 500 buku, termasuk katalog lukisan, komik, jurnal dan majalah. Untuk kategori atau kajian  bukunya cukup bervariatif, dari mulai filsfata, budaya, seni, sosial, psikologi, motivasi, sejarah dan juga novel. Jam operasional perpustakaan buka tiap hari. Hari senin- sampai jumat perpus buka dari jam 15.00 sampai jam 10.00 Malam. Sedangkan untuk hari sabtu dan minggu perpus Bumiayu Pustaka buka dari 09.00 sampai 10.00 malam.
              Nah, bagaimana cara peminjaman buku di perpustkaan Bumiayu Pustaka, Berikut tata cara peminjaman Buku :
SYARAT PEMINJAMAN BUKU DI BUMIAYU PUSTAKA :
1.Setiap peminjam harus menyertakan kartu tanda pengenal (KTP/ SIM/Kartu Pelajar).
2.Peminjam wajin mengisi buku peminjaman dan wajib mencantumkan no HP/ WA yang dapat di hubungi
3.Peminjaman harus dilakukan sesuai jadwal yang ada.
4.Jumlah buku yang boleh di pinjam maksimal 2 eksemplar.
5.Jangka waktu peminjaman selama 1 minggu dan dapat diperpanjang sekali selama 1 minggu (dengan cara menghubungi pihak perpustakaan)
6.Keterlambatan pengembalian akan dikenakan denda sebesar Rp 2,000/hari.
7.Selama peminjaman RAWATLAH BAIK BAIK buku tersebut
8.Apabila buku yang dipinjam rusak atau hilang, wajib mengganti buku yang sama atau mengganti dengan nilai rupiah yang sama dengan harga buku.

Makna logo dari Bumiayu Pustaka.
Makna simbolis dari loggo Bumiayu Pustaka :

**Buku yang terbuka dengan gambar dintengah menyerupai bentuk jendela dengan latar belakang langit biru dan awan :
menyimbolkan buku itu merupakan jendela dunia dan akan membuka pemikiran seluas cakrawala.

**Jembatan Sakalimalas dengan tulisan literasi Bumiayu : 

Sekaligus mempunyai dua makna
Yang  pertama jembatan tersebut mewakili ikon Bumiayu.
Yang kedua jembatan dalam konteks ini juga sekaligus jembatan ilmu di wilayah Bumiayu.

** Gambar mentari yang bersinar merah putih :

Menyimbolkan dengan membaca buku diharapkan mendapat pencerahan sekaligus dapat menerangi seperti matahari di Indonesia tercinta .

Jika di persingkat menjadi kalimat kurang lebih seperti ini :

Bumiayu pustaka hadir di Bumiayu dengan buku yang akan menjebatani ilmu dan membuka cakrawala pemikiran yang luas menuju pencerahan sekaligus mencerahkan Indonesia dengan ilmu






Monday, 2 July 2018



Di Balik Gaya Esentrik Sang Seniman
Bagian 1

Seniman atau artist dalam penampilannya memang cenderung berbeda dengan orang kebanyakan. Citra yang menempel di diri seorang seniman, apakah itu memang sengaja dimunculkan oleh si seniman sendiri atau hanya dari sudut pandang orang yang menilainya saja. Tulisan kali ini mencoba menilisik dan mengkupas, tentang style atau gaya dari seorang seniman, perupa, aktris, aktor dan musisi. Kategorisasi tersebut memang sudah muncul di lingkungan masyarakat kita. Perupa identik dengan seni rupa, aktor aktris identik dengan seni pertunjukan, sedangkan musisi merupakan seniman yang bergelut dengan dunia musik. Kesemua kategorisasi tersebut sesuai dengan kajian yang digelutinya, tetapi semuanya tetap disebut dengan seniman.
Sebenarnya bukan hanya seniman yang berpenampilan nyeleh atau nyentrik, para filsuf, saintis, pemikir, ilmuwan, terkadang juga penampilannya berbeda dengan orang kebanyakan. Penampilan yang berbeda dari para orang kreatif tersebut, biasanya ditandai dengan panampilan yang menempel pada tubuh. Tanda yang pertama kali dilihat adalah gaya rambut, fhasion, asesoris dan sikap. Semua tanda tersebut menempel pada para orang kreatif dari mulai seniman sampai dengan ilmuwan. Tanda yang pertama yang akan dibahas disini adalah, ciri fisik dari seniman atau ilmuwan. Yaitu berupa ciri fisik yang telah ada, dalam konteks ini adalah salah satunya adalah rambut kepala. Dan selanjutnya akan dibahas masalah style atau fashion para orang kreatif tersebut.

Rambut Sebagai Tanda dan Simbol.
Rambut merupakan salah satu bagian dari tubuh, dan memilki karakter yang berbeda dengan bagian tubuh yang lainnya. Dan kenapa manusia terlahir memilki rambut, secara visual rambut sebagai pendukung penampilan seseorang. Selain itu rambut juga dalam sudut pandang medis memiliki arti yang penting dan memerlukan perawatan. Rambut terdiri dari mineral-mineral yang tak terhitung jumlahnya, mulai dari alumunium hingga seng, dan selama bertahun-tahun analisis rambut telah digunakan untuk menegaskan keberadaan merkuri dan racun asenik. Yang lebih terbaru, para peneliti kini mampu mendiagnosis gangguan makan dari sampel rambut. Memang dari ciri rambut yang kita miliki dapat menjadi tanda kesehatan fisik kita. Sehingga rambut dapat menjadi tolok ukur dalam kesehatan tubuh kita.
Rambut secara medis memang harus selalu terawat sebagai simbol kesehatan tubuh. Rambut yang mengalami kerusakan dan ketidaksehatan juga memunculkan tanda yang buruk. Misalnya kebotakan dan kerontokan pada kepala, tentunya memiliki makna yang spesifik dalam medis. Kerontokan rambut pada kepala yang tidak menyeluruh dalam istilah medis dinamakan alopecia areata. Ini adalah sebuah gangguan autoimun di mana sel-sel darah putih tubuh menyerang folikel rambut, membuatnya berhenti menumbuhkan rambut. Kerusakan pada rambut tersebut memang menandakan rambut seseorang yang tidak sehat, dan terkadang orang yang megalami kerusakan tersebut berusaha menutupinya dengan cara mamakai topi atau rambut palsu. Jadi rambut merupakan elemen penting dalam menopang penampilan seseorang supaya terlihat menarik dimata orang. Kerusakan atau kerontokan pada rambut selain mengilangkan rasa percaya diri pada seseorang, juga sebagai sinyal orang tersebut diindikasikan mengidap penyakit tertentu. Kabar buruknya adalah, orang-orang dengan alopecia seringkali telah atau mungkin terkena penyakit-penyakit autoimun yang lain, terutama penyakit tiroid, diabetes dan artritis rematoid.
Jadi dari segi medis rambut memang vital dan sebagai representasi kesehatan dari tubuh kita. Kerusakan rambut memang tidak diinginkan, tetapi tetap memunculkan pertandaan dalam dunia medis. Kondisi rambut yang alami tersebut memunculkan berbagai penafsiran terhadap tubuh. Selain itu kondisi rambut yang tidak alami, akan lebih kompleks lagi memunculkan pertandaan  dan simbol baru. Karena kondisi dan bentuk rambut yang tidak alami dan telah mengalami perubahan dalam model, gaya, warna dan penambahan asesoris. Padahla rambut secara lahiriah memang telah memilki tanda khas yang dimilki suatu ras bangsa. Misal, ras kulit putih memiliki rambut pirang cerah, ras kulit hitam memilki rambut yang ikal, kaku dan tebal. Sedangkan ras Asia selain memiliki kulit yang coklat, memilki rambut hitam, lurus dan lembut. Perbedaan warna rambut, bentuk dan struktur rambut yang alami sudah banyak memunculkan tanda dan simbol, apalagi rambut yang sudah mengalami perubahan model secara tidak wajar. Perubahan karna model rambut yang dibuat tersebut tentunya melahirkan makna dan simbol baru.

Rambut menyampaikan informasi yang sangat banyak kepada orang lain : usia, jenis kelamin, suku bangsa, status sosial, agama atau afiliasi kelompok lain, kebiasaan higiene pribadi dan akhirnya kesehatan kita. Maka dari itu rambut kita secara tidak langsung memunculkan rantai pertandaan atau lebih tepatnya masuk ke ranah semiotika. Budaya yang diciptakan manusia memiliki berbagai simbol yang muncul, kesemuanya itu tak lain adalah sebagai bentuk komunikasi non verbal atau pertandaan. Dan manusia sendiri secara badaniah juga merupakan simbol yang telah ada. Salah satu bentuk simbol fisik yang menempel pada tubuh adalah rambut kepala.
Sesungguhnya perdebatan mengenai simbolisme rambut merupakan perdebatan kuno dan kompleks, dan diaplikasikan bukan hanya pada gender melainkan juga pada politik, seperti orang-orang Hippies, Skin, Punk dan Rastafarian, diantara kelompok-kelompok lain yang baru-baru ini menunjukan eksistensi mereka. Dalam konteks gender secara fundamental, rambut wanita idealnya panjang dan rambut laki-laki adalah pendek. Kondisi tersebut memang sudah dikontruksi sejak manusia itu ada di dunia ini. Bentuk rambut tersebut sebagai pembeda jenis kelamin antara wanita dan laki-laki.
Sebagai mana yang dikatakan oleh Santo Paulus, Tidakkah alam sendiri mengajarimu, bahwa jika seorang laki-laki memilki rambut panjang maka itu adalah suatu hal yang memalukan baginya? Namun jika seseorang wanita memiliki rambut panjang, maka itu adalah sebuah kehormatan baginya. Rambut sebagai signifikasi pembeda dalam gender dan sekaligus sebagai bentuk kehormatan bagi individu. Tetapi peradaban manusia dalam setiap masa nya megalami pergeseran dalam nilai dan melahirakn simbol-simbol baru. Simbol alami yang ada pada rambut, mengalami perubahan dan melahirkan pemaknaan yang baru. Dan biasanya kondisi tersebut muncul dalam suatu kelompok atau komunitas, atau pada individu yang berupaya menunjukan eksistensi dengan gaya rambutnya.
Dalam konteks ini adalah para orang kreatif dari mulai seniman, filsuf, saintis dan juga ilmuwan. Memilki bentuk atau gaya rambut yang berbeda dengan orang kebanyakan, tetapi tidak semua orang kreatif tersebut berpenampilan beda atau esentrik. Tetapi sejarah mencatat para orang kreatif tersebut memilki ciri fisik dan pemikiran yang berbeda dengan orang awam. Pada masa Renaisans para seniman seperti Leonardo da Vinci, Michaelangelo, Raphael dan Andrea Mantegna, berpenampilan berbeda dengan orang-orang yang disekitarnya. Dari mulai rambut dan pakaiannya mereka berbeda, rambut mereka panjang dan terurai serta pakain mereka juga khas. Dan itu sebagai signifikasi bahwa mereka adalah kelompok yang berbeda, dan menghasilkan karya-karya seni agung dan abadi. Selain seniman Renaisans tersebut, ada juga tokoh ilmuwan yang berpenampilan eksentrik, salah satunya adalah Albert Einstein. Konon, sebelumnya otaknya diiris menjadi 240 potong, Einstein yang masih mengajar di Universitas Princeton, selalu tampil dengan gaya eksentrik. Rambutnya tidak pernah disisir rapi, dan beliau selalu berpakaian seadanya. Sering Dia juga terlihat linglung ketika berjalan-jalan, mungkin karena berpikir terlalu dalam.
Di atas telah dibahas tentang rambut yang secara medis dan alami, memunculkan makna dan arti kesehatan di tubuh kita. Selanjutnya akan dibahas mengenai rambut yang telah dikontruksi, dalam artian telah mengalami perubahan warna, model, dan penambahan asesoris. Sehingga kondisi rambut kepala sudah tidak alami lagi. Sehingga tanda yang muncul dari kondisi rambut tersebut, adalah tanda yang diciptakan dan tidak alami lagi. Maka pemaknaannya juga dikontruksi oleh manusia itu sendiri, karena manusia adalah mahluk yang dapat menciptakan simbol. Manusia berpikir, berperasaan dan bersikap dalam ungkapan-ungkapan simbolis, sehingga bukan tanpa alasan kuat Cassirer untuk menandai manusia sebagai “animal symbolicum”.
Tanda dan simbol yang dimunculkan dalam konteks ini berupa, bentuk rambut yang secara kebentukan telah dikontruksi secara simbolik. Pada akhirnya, rambut dapat dibentuk, dengan bermacam-macam cara, dan dengan demikian cocok untuk menyimbolisasikan perbedaan-perbedaan di antara, dan perubahan-perubahan di dalam identitas individu dan kelompok. Maka dari itu ketika seorang seniman memiliki rambut yang panjang atau gondrong, tentunya menyimpan nilai simbolik di dalamnya. Para seniman atau musisi memelihara rambut sampai panjang dan gimbal tentunya ada pesan yang akan disampaikan. Pola rambut yang dibentuk tersebut dari mulai memanjangkan, dreadlock, mohawk, cepak atau bahkan gundul, kesemuanya itu menyimpan makna simbolik dan tidak sekadar untuk bergaya.
Dan model rambut yang sengaja dibentuk serta memunculkan signifikasi tersebut, sebagai bentuk perlawan simbolik individu juga komunal. Dan secara historis kelompok yang mencoba melawan dengan model rambut, sudah muncul bersamaan dengan musik populer dan memunculkan fanatisme. Punk dan Skin, Rastafarian, Hippies botak tahun enam puluhan dan Yuppies muda tahun sembilan puluhan, dengan rambut tampak basah, kepang, dreadlock, rambut cepak, pirang warna-warni, berjenggot, potongan poni, laki-laki dengan rambut palsu, wanita dengan wig, dan pria-wanita dengan kegundulannya.....ini semuanya merupakan puzzle. Jadi semua gaya rambut tersebut merupakan potongan-potongan yang berserakan, dan menimbulkan interpresentasi yang ambigu dan kadang membingungkan. Karena semuanya memilki nilai signifikasi dan simbolisasi yang sangat kompleks. Tetapi menuru Anthony Synnott teori rambut yang dikembangkan di sini dapat disebut dengan teori pertentangan, karena praktik simbolik dewasa ini dapat disimpulkan dalam tiga proposisi :
1.      Kelamin yang bertentangan memilki norma rambut yang berlawanan.
2.      Rambut kepala bertentangan dengan rambut tubuh.
3.      Ideologi yang bertentangan memilki norma rambut yang berlawanan.
Pada point pertama secara fundemental, lebih menekankan pada fungsi rambut scara fisik dan bersifat kelamin. Hal itu sebagai pembeda gender antara laki-laki dan perempuan. Hal ini sudah jelas fungsi rambut sebagai fungsi gender. Kedua merupakan lebih menekankan pada bentuk dan struktur rambut. Dan pada tubuh ditumbuhi rambut, dari mulai ujung kepala sampai ujung kaki. Dan kesemuanya itu bertentangan, dan memilki kegunaan nya masing-masing. Dan memiliki nilai fungsi gender dan idelogis pula. Yang terakhir berkaitan dengan norma atau budaya yang ada dimasyarakat. Hal ini sudah jelas ditunjukan dengan muculnya para seniman, musisi punk, gerakan hipies dan rasrafarian.
Hippies, Skinhead, Punk dan Rastafarian.
Sekilas di sini akan dibahas tentang gerakan-gerakan perlawanan yang muncul yang dibingkai dengan musik populer. Salah satunya kaum hippies yang muncul pada awal 60-an, dimana kaum hippies memuja atau menganut jenis musik Psycadelic. Musik yang berkembang dari akar rock tersebut, di usung oleh band-band seperti Jimi Hendrix Experience, The Door, MC5, Pink Flyod, Gratefull Dead dan Janis Joplin. Gerakan ini pada awalnya adalah sebuah protes kelas menengah dalam banyak dimensi pada berbagai macam tingkatan : sebuah protes melawan etika kerja Protestan dan etika seksual Puritan. Protes-protes para pelajar, protes mengenai hak-hak sipil, protes anti perang dan kampaye Pelucutan Senjata Nuklir semuanya adalah bagian dari gerakan politik ini.
Style dari gerakan Hippies atau Flower Generations selain bermbut panjang, fashion mereke juga bermotif bunga dan berumbai-rumbai. Dan mereka menyerukan slogan Perdamaian anti perang dan cinta. Sehingga dalam kesehariannya mereka menghalalkan konsumsi mariyuana dan seks bebas. Sebagai bentuk representasi kebebasan dan perdamaian. Gaya rambut yang panjang yang terurai,  juga sebagai lambang kebebasan. Mereka menikmati jenis musik psycadellic dan mengkonsumsi mariyuana dan alkohol dalam pertunjukan musik. Sesungguhnya rambut adalah judul bagi gerakan musik rock. Dan semakin panjang rambut, baik pria maupun wanita, semakin besar komitmen yang disimbolkan-karena komitmen ini telah bertahan lebih lama.

Selanjutnya setelah munculnya generasi bunga, kemudian muncul generasi yang menamakan dirinya sebagai Skinhead. Para pemuda yang menganut ideologi skinhead, memotong rambutnya cepak atau bakhan gundul. Dalam fashion mereka berpenampilan ala pekerja dan memakai sepatu boot docmar. Mereka membenci hippy, khususnya hippy laki-laki, sebagai sosok yang keperempuan-keperempuanan dan payah : terlihat seperti wanita dengan rmabut panjang mereka, pakaian berbunga-bunga, aksesoris-aksesoris dan sandal, memberikan bunga-bunga bakung pada polisi dan penjaga nasional, anti obat-obatan, kelas menengah, pasif, pemalas, sinting dan lemah. Itulah pendapat yang berlawanan dari kaum skinhead yang menolak generasi terdahulunya. Kontradiksi yang mereka munculkan terhadap publik benar-benar baru dalam gaya rambutnya. Dengan rambut panjang dan rambut lurus yang dimilkinya, skinhead atau skin pendek, menyimbolkan opsisi mereka dengan memotong rambut mereka sangat pendek, kecuali-kadang-kadang—jambang.
Selain dalam style dan gaya rambut yang berbeda dnegan generasi sebelumnya, mereka juga mempunyai selera musik yang berbeda. Mereka menikmati musik jenis punk rock, dan jenis musik yang menghentak lainnya. Sehingga rambut sebagai pembeda antara kaum skinhead dan hippies, selain juga berbeda dalam selera musik dan kelasnya. Dengan demikian, rambut mereka (dan gayanya) menyimbolkan oposisi dualistik mereka, pertama terhadap kemapanan dan kedua terhadap kaum Hippy.
Pada tahun 1976 Gelombang Baru atau Rocker Punk, Punk Pendek, mengantam pantai Inggris bersamaan dengan Sex Pistols. Kelompok Punk yang memberontak melalui musik juga gaya rambut mereka. Perbedaan yang cukup signifikan dari Punk adalah, gaya rambut yang mohahk seperti kaum Indian. Kelompok tersebut melawan kemapanan yang ada dimasyarakat melalui rambut dan gaya berpakaian mereka. Apa yang dianggap jahat oleh masyarakat, dianggap baik oleh punk; beberapa dapat disebut di sini seperti peniti-peniti kelompok yang dipasang ditelinga dan pipi, rantai-rantai, ban leher anjing, timah-timah, perbudakan , swastika, salib, pakaian-pakaian basah,muntah di atas panggung dan lirik-lirik cabul. Itulah satu paket dalam kelompok Punk selain rambut, terdapat asesoris dan sikap mereka yang cenderung anarkis.
Kaum Punk melawan kemapanan dengan simbol rambut, dan juga style mereka serta musik dengan lirik-lirik yang cabul. Gaya rambut Punk benar-benar berbeda dan tidak lazim pada ukuran jaman itu. Karena itu, mereka melompat kedalam teknik pewarnaan rambut-dengan warna-warna yang mengejutkan  : merah muda, hijau terang, abu-abu,biru dan oranye ; sambil memunculkan gaya rambut baru- paku besar, sayap, panjang, gundul, campuran. Dengan gaya rambut mereka yang ekstrim mereka memunculkan nilai simbolik dan perlawanan terhadap kemapanan. Dimana simbol yang ada di masyarakat kebanyakan, adalah gaya rambut yang pendek dan rapi. Sehingga gaya rambut Punk merupakan simbol kelompok dan perlawanan terhadap norma yang ada di masayarakat.
Disadari atau tidak kelompok-kelompok tersebut di atas, lahir dan berkembang di benua Eropa. Musisi-musisi Psycadelic, Punk Rock, dan Skinhead lahir di Eropa, walaupun dalam perkembangannya mencapai benua Amerika dan bahkan Dunia. Setelah munculnya kelompok-kelompok tersebut, di belahan benua yang lain yaitu di Amerika Latin, muncul musisi dan kelompok yang menamakan dirinya sebagai kaum Rastafari. Kelompok ini didominasi oleh kulit hitam, dan mereka membawakan musik Reggae. Musik tersebut identik dengan Bob Marley sebagai pelopornya. Dan kelompok atau musisi Reggae menganut kepercayaan Rastafari, yaitu sebuah kepercayaan terhadap Haile Selassie I. Rasta atau gerakan Rastafari, adalah sebuah gerakan agama baru yang mengakui Haile selassie I, mendiang kaisar Ethiopia, sebagai Raja diraja, Tuan dari segala Tuan dan Singa Yehuda sebagai Jah (nama Rastafari untuk tuhan, yang merupakan bentuk singkat dari Yehovah yang ditemukan dalam Mazmur 68:4 dalam Alkitab versi Raja James) dan bagian dari Tritunggal Kudus.

Jadi selain manganut Rastafari, musisi Reggae juga memilki gaya rambut yang gimbal atau dredlock. Dengan gaya rambut yang dreadlock, mereka mencoba menyampaikan pesan dan simbol kepada masyarakat. Sama halnya dengan kelompok Punk, Hippies dan Skin heads, kelompok atau musisi Rastafari juga melawan secara simbolik dengan rambut. Dreads berusaha untuk membentukan masayarakat agraris di wilayah pedesaan dengan tak lupa mengadopsi simbol-simbol perlawanan yang telah sangat dikenal di Jamaika, yaitu rambut gimbal, tam (topi khas rasta), singa, ites (merah), hijau dan wana emas, serta penggunaan ganja untuk spiritual, komunikasi sosial serta inspirasi.
Itulah atribut yang digunakan oleh kaum Rastafari dengan musik reggae yang diusungnya. Hampir sama dengan kelompok yang lahir terlebih dahulu, rastafari juga memakai asesoris dan simbol-simbol perlawanan. Rambut tetap sebagai simbol utama dalam kelompok ini atau musisi reggae. Dalam ajaran Rastafari, dreadlock mengandung makna sebagai akar Rasta. Jadi Reggae dan rastafari merupakan satu paket, antara keyakinan dan jenis musik yang dianut kelompok tersebut. Rambut gimbal sebagai perlawanan simbolik, lebih jauh mempunyai makna yang religius bagi penganutnya. Cara pertumbuhan rambut Dreadlock mempresebtasikan symbol Lion of Judah serta menyimbolkan kealamiahan dan kependetaan.
Itulah beberapa symbol rambut yang di pakai dalam suatu kelompok, atau lebih tepatnya komunitas dalam lingkup musik. Tetapi dalam konteks seniman atau perupa apakah maknanya akan sama, mungkin tidak jauh beda dengan komunitas musik pada umumnya. Selanjutnya akan di bahas dalam konteks perupa, atau seniman rupa yang mempunyai sytle atau penampilan yang nyentrik.










Rumah-Rumah Tradisional Makam Dawa di Tengah Modernisasi.

Manusia dalam sejarahnya selalu berolah pikir untuk dapat bertahan hidup. Peradaban demi peradaban lahir dari pemikiran dan kreativitas manusia itu sendiri, yang bertujuan untuk bertahan hidup dan menunjukan eksistensi komunalnya. Manusia bertahan hidup dari mulai mencari makan, berburu, bercocok tanam, membuat pakaian hingga membangun tempat tinggal. Rumah atau tempat tinggal pada  awalnya, sebagai tempat perlindungan diri dari cuaca, serangan binatang buas, atau bahkan tempat berlindung dari serangan musuh. Dan fungsi asli rumah memang masih tetap sampai sekarang, tetapi dibalik itu terdapat fungsi lain yang mempunyai nilai simbolis.
Dalam konteks ini manusia memang mempunyai sifat dasar untuk mencipta atau membuat karya. Sehingga manusia juga di juluki sebagai “Homo Faber”, yaitu kecenderungan untuk membuat karya untuk kepentingan kehidupan. hasil karya yang diciptakan manusia tentunya tidak dibuat begitu saja, segala sesuatu yang buat oleh manusia tersebut mempunyai fungsi, kegunaan, dan nilai. Nilai ini dapat bermacam-macam, misalnya sejauh dapat mencerminkan arti kegunaan, keindahan, sosial, ekonomis dan lain sebagainya. Dengan demikian berkarya berarti menciptakan nilai : dalam setiap karya terwujudlah suatu idea dari manusia. Dalam konteks penulisan artikel ini adalah hasil ciptaan manusia yaitu berupa rumah sebagai tempat tinggal sekaligus sebagai media sosial dengan lingkunnya.
Dalam penulisan ini akan dibahas tentang rumah-rumah tradisional di Dukuh Makam Dawa, Desa Galuh Timur, Tonjong. Di mana di kampung Makam Dawa, masih terdapat rumah-rumah tradisional, yang terbuat dari Gribig atau Gedeg (ayaman bambu) dan kayu sebagai bahan utamanya. Tulisan ini kiranya menjadi penting, sebagaimana kita tahu perkembangan budaya dan teknologi begitu cepat di era milenium. Tetapi di sisi lain masih terdapat artefak-aretafak sejarah di lingkungan Kecamatan Bumiayu, salah satunya adalah bangunan-banguan rumah tradisional yang masih tetap bertahan sampai sekarang. Kita tidak tahu dalam beberapa tahun kedepan bagaimana nasib rumah tradisional tersebut. Kenapa rumah-rumah tersebut masih tetap bertahan sampai sekarang, banyak faktor yang memengaruhinya dan membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Di era yang serba modern dan digital seperti ini, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan, kampung-kampung yang masih terdapat rumah tradisional dapat dengan cepat hilang. Modernisasi memang sudah lama sekali,  muncul bersamaan dengan revolusi industri pada abad ke-18 di Eropa. Modernisasi dan digitalisasi tentunya mengubah mindset individu dan menimbulkan efek di lingkungannhya. Sehingga bagaimana caranya supaya manusia itu tetap bisa bertahan di jaman yang serba cepat ini. Begitu juga dengan kemajuan di bidang arsitektur, perumahan-perumahan elit telah merambah kota-kota kecil. Perumahan dengan beragam model bangunan yang modern, vintage, minimalis, sampai kontemporer mengisi perkotaan. Di lingkungan kota Bumiayu sendiri sudah banyak perumahan-perumahan yang menawarkan berbagai fasilitasnya.
Dengan gempuran modernisasi di segala bidang tersebut, disisi lain masih terdapat sisa masa lalu yang  masih bertahan. Salah satunya adalah rumah-Rumah tradisional di Makam Dawa, Galuh Timur sampai sekarang masih ada dengan kondisi yang masih asli dan ada beberapa rumah tradisional yang sudah di poles. Dukuh Makam Dawa yang terletak di Desa Galuh Timur, merupakan salah satu Dukuh yang paling ujung dari Desa tersebut. Untuk dapat sampai ke Makam Dawa, dapat ditempuh dengan menggunakan sepeda motor juga mobil. Jarak dari Bumiayu ke Makam Dawa sekitar 12 km, kondisi jalan yang berkelok-kelok, sedikit menanjak juga kondisi jalan dengan aspal yang sudah rusak membuat perjalanan ke sana menjadi sedikit terhambat. Memang Dukuh tersebut dapat dikatakan jauh dari keramaian kota, masih terdapat ladang dan perkebunan milik rakyat juga di kelilingi pegunungan yang masih rimbun. Kondisi masyarakatnya cukup hangat, ramah, semangat kebersamaan dan solidaritas masih tetap terjaga, ini terbukti cepat akrabnya dengan tim Kompas Boemi (Komunitas Pecinta Sejarah Bumiayu) dengan penduduk setempat.

Mata pencaharian penduduk di Makam Dawa kebanyakan bertani, buruh, mungkin ada beberapa yang merantau ke kota-kota besar. Kondisi di kampung tersebut dapat dikatakan masih banyak tedapat ladang-ladang, sehingga penduduk setempat bekerja mengolah ladang tersebut. Dari segi pendidikan di kampung tersebut terdapat Madrasah dan Sekolah Dasar. Sehingga anak-anak dapat bersekolah formal di pagi hari dan memupuk ilmu agama pada sore hari di Madrasah. Lingkungan di kampung tersebut masih terdapat ladang atau pekarangan yang rimbun dipenuhi semak, rumah-rumah berada di tengah-tengah dan menyatu dalam satu komplek. Jalan-jalan yang menghubungkan blok kampung cukup sempit tetapi sudah di aspal dan juga di paving blok.
Rumah-rumah yang becorak tradisional masih cukup banyak, dan letaknya di pinggir jalan utama kampung tersebut. Namun ada beberapa yang letaknya agak masuk, dan harus ditempuh dengan jalan kaki. Rumah-rumah tradisional tersebut berderet dengan rumah-rumah yang sudah modern (terbuat dari batu bata dan semen). Di depan atau belakang rumah tradisional masih terdapat ranggon (kandang kambing), dan juga kebiasaan masyarakat jawa selalu memelihara ayam. Sehingga di rumah-rumah tersebut terdapat kandang ayam atau dalam bahasa Bumiayu adalah ranggap. Tetapi ada beberapa rumah yang tiang-tiang bagian depan sudah menggunakan cor semen, sebagai pengganti tiang kayu. Di depan rumah-rumah tradisioanal tersebut, terdapat kursi panjang atau rusbang, sehingga terasa jaman dulunya. Kursi panjang tersebut sebagai tempat bercengkrama keluarga, melepas lelah, dan santai ketika sore hari. Sebagai simbol modernisasi yang terlihat di rumah tradisional di Makam Dawa, adalah terdapat antena TV atau bahkan parabola terpasang di atap rumah. Hal ini menandakan modernisasi telah merambah ke perkampungan yang terisolir, dan jauh dari perkotaan ternyata sudah tersentuh oleh modernisasi bahkan digitalisasi.
 Secara historis keberadaan rumah tradisional, memang termasuk rumah yang mencerminkan kondisi rakyat kecil yang secara ekonomi masih di bawah. Hal ini mungkin dikarenakan oleh berbagai faktor, salah satunya faktor ekonomi bangsa dan juga iklim politik di negeri ini. Pembangunan yang tidak merata sehingga memunculkan kesenjangan sosial yang cukup jauh, antara kelas arsitokrat (elite) dengan kaum rakyat kecil (wong cilik). Dengan kondisi pembangunan yang tidak merata tersebut, mengakibatkan rakyat hidup di bawah garis kemiskinan.
Memang rumah-rumah tradisional dapat dikatakan sebagai saksi sejarah peradaban perjalanan bangsa Indonesia. Rumah tradisional sebagai cermin masyarakat In Lander, di mana rakyat Indonesia memang dulunya hidup di bawah tekanan penajajah Belanda. Sejak jaman penjajahan perbedaan kelas dalam masyarakat Jawa sudah ada sejak dulu. Sehingga dalam masyarakat Jawa secara historis di kenal golongan sosial dalam masyarakatnya.  Orang Jawa membedakan dua golongan sosial : 1. Wong cilik (orang kecil), terdiri dari sebagian besar petani dan mereka yang berpendapatan rendah di kota dan 2. Kaum Priyayi di mana termasuk kaum pegawai dan orang-orang intelektual. Imbas dari perbedaan kelas di masyarakat Jawa, mengakibatkan perbedaan yang sangat mencolok dalam hal pendidikan, pekerjaan, dan bahkan tempat tinggal.

Di desa kebanyakan keluarga mempunyai rumah gedeg atau kayu yang terdiri atas beberapa kamar, dengan lumbung padi kecil dan kandang, di mana barangkali terdapat seekor kerbau beberapa ekor kambing dan ayam. Itulah mengapa kaum petani membuat rumah yang terbuat dari gedeg atau gribig, itu tak lain adalah sebagai pembeda antara wong cilik dan kaum priyayi. Nah rumah-rumah di Makam Dawa sebagai bukti bahwa perbedaan kelas sosial dalam masyarakat Jawa sampai saat ini masih ada. Dan memang identiknya dalam masyarakat yang hidup di kampung-kampung membuat rumah dari bambu dan kayu, karena alasan ekonomi dan juga kelas sosial yang sudah terbentuk sejak dulu.
Maka dari itu rumah pada dasarnya tidak hanya sebagai tempat tinggal, tetapi sudah masuk ke ranah semiotika sebagai penanda dan simbolisasi. Manusia membangun tempat tinggal untuk kenyamanan dan melindungi dari cuaca ekstrim, itulah makna denotatif yang muncul dalam konsep sebuah rumah. Namun kisah semiotik pada bangunan tidak berhenti sampai di situ. Kisah tersebut mengungkapkan bahwa bangunan merupakan tanda identitas, status, kekuasaan dan seterusnya. Jadi ketika suatu kelompok masyarakat membuat banguan, secara sadar atau tidak sadar mereka telah menciptakan tanda kultural sebagai ciri. Maka dari itu dalam konteks ini rumah-rumah tradisional secara semiotik, menandakan apa yang dimaksud dengan penanda konotatif. Jadi terdapat makna simbolis dan kurtural dalam arsitektur rumah tersebut. Walaupun kita kadang tidak menyadarinya, tetapi dalam ilmu pertandaan memang terdapat makna dalam kata atau benda.
Rumah tradisional di Makam Dawa terbuat dari gedeg atau gribig, secara semiotik gedeg tersebut menandakan bahwa rakyat kecil identik dengan sifat yang lemah dan ketidakberdayaan. Tetapi walaupun rakyat kecil lemah dan tak berdaya, secara paradoks gedeg tersebut menandakan solidaritas yang masih tetap terjaga dilingkungan masyarakat kampung. Penanda solidaritas tersebut dapat dilihat, pada corak anyaman bambu dari gribig atau gedeg yang saling kait-mengait. Ketika ketidakmampuan dan sifat lemah tersebut bersatu, maka yang terjadi adalah kekuatan yang dapat mengalahkan keangkuhan.Ukuran rumah tradisional tidaklah tinggi atau besar, tetapi mempunyai ukuran yang kecil juga sedang. Ukuran tersebut jelas menandakan kapasitas ruang gerak dari rakyat kecil, yang secara sosial politik terkadang dibatasi oleh kekuaasaan yang angkuh. Ukuran rumah yang rendah tersebut juga menandakan, bahwa rakyat kecil selalu tunduk dan taat pada norma yang berlaku di masyarakat dan tidak sombong atau angkuh. Tentunya tanda semiotik tersebut akan kontras, ketika kita membicarakan vila dan gedung-gedung pencakar langit di kota besar. Istana, vila, dan pencakar langit didirikan untuk menampilkan kekuasaan dan kekayaan.
Rumah tradisional tersebut sebagai ciri kebudayaan Jawa, yang diturunkan oleh nenek moyang kita. Di mana budaya Jawa kaya akan simbolisasi dalam setiap unsur kehidupan. Budaya Jawa menyimpan nilai-nilai yang tinggi akan kebudayaan adiluhung nenek moyang kita. Filsafat Jawa selalu mengajarkan tentang keseimbangan antara manusia dengan alamnya, dan kearifan dalam kehidupan bermasyarakat. Maka dari itu rumah-rumah tradisional di Makam Dawa, menyimpan kearifan lokal dan aset sejarah yang mesti kita lestarikan. Walaupun tidak di pungkiri modernisasi akan menerjang, dan masuk ke sendi-sendi perkampungan. Bukan tidak mungkin beberapa tahun kedepan rumah-rumah tersebut akan hilang. Dan semua itu akan menjadi sebuah cerita sejarah bagi anak cucu kita di kemudian hari. Maka dari itu mulai dari sekarang kita hendaknya sadar akan pentingnya nilai sejarah, terlebih sejarah bangsa kita kaya akan nilai-nilai budaya dan tradisi. Sebagimana yang Bung Karno katakan “Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca benggala dari pada masa yang akan datang”.[]


Ditulis oleh:
Alik Setiawan S.Sn.
Bumiayu, 19 Januari 2014
Referensi :
·         Pesan, Tanda, dan Makna, Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi, Marcel Danesi, 2011, Jalasutra, Yogyakarta.
·         Etika Jawa, Sebuah Analisis Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa, Frans Magnis Suseno, 1984, Gramedia, Jakarta.
·         Sekitar Manusia, Bunga Rampai Tentang Filsafat Manusia, Soerjanto Poespowardjo dan K. Bertens, 1978, Gramedia, Jakarta.









Jejak Hindu di Bumiayu

Menelusuri Jejak Hindu di Bumiayu Bumiayu merupakan kota kecamatan yang terletak di selatan Kabupaten Brebes. Bumiayu dalam perkemba...