Sepenggal
Kisah dari Adisana
Apa yang terlintas di pikiran anda,
ketika mendengar kata “Adisana”. Apakah yang terlintas di pikiran anda adalah
sebuah desa di wilayah kecamatan Bumiayu yang identik dengan kekerasan. Apakah
ada persepsi lain yang lebih baik tentang Adisana, misal desa Adisana identik
dengan dunia pertanian. Atau desa Adisana
identik dengan rel kereta api yang disitu terdapat Jembatan Sakalimalas. Memang
pendapat seseorang mengenai Desa Adisana dapat berbeda-beda, semua itu dapat
muncul dari pengalaman individu yang pernah mempunyai memori terhadap desa
tersebut. Semua persepsi di atas memang di miliki oleh desa yang terletak di
sebelah timur Bumiayu tersebut. Desa Adisana yang berbatasan langsung dengan
desa Dukuhturi dan Penggarutan di sebelah
Barat dan dipisahkan oleh Sungai Keruh. Di sebelah Selatan berbatasan dengan
desa Langkap, sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan desa Cilibur. Di
sebelah Utara berbatasan dengan desa Benda dan Sirampog.
Tetapi dari kebanyakan orang mengenal desa
Adisana, adalah karena identik dengan keributan yang dilakukan oleh para
pemudanya. Adisana tidak melulu identik dengan keributan, di balik semua itu
terdapat jasa yang patut dikenang oleh masyarakat Bumiayu dan sekitarnya.
Mungkin ada yang bertanya-tanya, kejadian seperti apa yang membuat desa Adisana
berjasa. Di desa Adisana terdapat sebuah jembatan kereta api, yang menghubungkan
antara desa tersebut dengan dukuh Talok Dukuhturi. Nah semua itu bermula dan
dimulai sejarahnya di Jembatan Sakalimalas yang legendaris di kalangan
masyarakat Bumiayu. Jembatan yang dibangun mulai kira-kira tahun 1915 era
kolonial Belanda, sebagai jalur kereta di daerah wilayah tengah. Secara
historis pemerintah kolonial membuat jalur kereta api, untuk kepentingan
industri gula.
Di mana ini berkaitan dengan sejarah
Kabupaten Brebes, pembuatan jalur kereta api awalnya sebagai penunjang indusrti
gula di wilayah brebes. Kalau sepanjang pantai (utara) Kabupaten Brebes
terlintas oleh jalur jalan kereta api, itu dahulu milik maskape (perkumpulan)
Belanda : Semarang-Cheribon-Stoomstram Maatschaapij disingkat : S.C.S. Dan
pembuatan jalur kereta di pesisir utara, murni untuk pendukung trasnportasi
pengangkutan tebu ke pabrik. Adapun jalur jalan kereta api yang melintasi
diagonal (sudut-menyudut) kawasan Kabupaten Brebes, jurusan Purwokerto-Cirebon,
itu dahulu milik pemerintah Hindia Belanda, di sebut : Staats- Spoor, disingkat
S.S. Mungkin dari kata Spoor inilah orang Jawa menyebut kereta api
dengan kata Sepur. Jadi dari sini secara historis sudah jelas, jalur rel
kereta api di bangun oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan yang
berbeda.
Rel kereta api jalur tengah tentunya melewati
wilayah Bumiayu, yang secara geografis adalah wilayah pegunungan dan lembah
yang banyak sungai. Sehingga bisa dipastikan pembuatan rel harus membelah bukit
dan membuat jembatan-jembatan. Hal ini dapat dilihat di jalur kereta di wilayah
Bumiayu, terdapat jembatan besar kereta api yaitu jembatan Kali Pucung di
Kalijurang dan jembatan Sakalimalas di Adisana. Dalam penulisan Artikel ini
akan difokuskan pada salah satu peristiwa yang patut dikenang. Yaitu suatu
peristiwa yang terjadi di jembatan Sakalimalas, dan melibatkan masyarakat
Adisana yang heroik.
Jembatan Sakalimalas yang secara
etimologis berasal dari bahasa Jawa. Yaitu dari kata Saka yang artinya
tiang, pilar, penyangga dan limalas yang menunjuk pada jumlah angka
yaitu lima belas. Jadi jembatan Sakalimalas sebagaimana kita tahu memang
mempunyai tiang penyangga berjumlah 15(limabelas). Maka dari itu setelah jadi
dan berdiri kokoh, jembatan tersebut dinamakan Sakalimalas. Jembatan tersebut
membentang di tengah Kali Keruh, dan menghubungkan antara dukuh Talok dan desa
Adisana. Karena Kali Keruh merupakan salah satu sungai tebesar di wilayah
Bumiayu, maka dari itu jembatan Sakalimalas mempunyai tiang yang cukup banyak
supaya kuat dan kokoh. Kali Keruh yang besar dan berarus deras, dapat menjadi
ancaman bagi jembatan Sakalimalas. Dari cerita para orang tua yang kadang
dibumbui mistis, Kali keruh ketika banjir memang dapat menghanyutkan apa saja.
Hal ini memang terbukti dari keganasan Kali Keruh, dapat merobohkan satu tiang
dari jembatan Sakalimalas.
Peristiwa robohnya salah satu tiang
dari Sakalimalas, terjadi pada tanggal 8 Maret 1972. Tanggal kejadian tersebut
dapat ditelusuri pada prasasti yang dapat dilihat di tembok SD Adisana I(SD
Jaya). Waktu itu terjadi hujan yang sangat lebat dengan intensitas yang cukup
lama, sehingga mengakibatkan Kali Keruh banjir. Hujan pada waktu siang sampai
sore mengakibatkan Kali Keruh Banjir besar. Akibat arus yang cukup deras dan
banjir yang cukup lama, mengakibatkan salah satu saka jembatan
Sakalimalas roboh. Menurut cerita dari nara sumber yaitu bapak Agus Taufik,
robohnya jembatan tersebut terjadi sekitar pukul tiga sore. Kebiasaan
masyarakat desa Adisana, ketika Kali Keruh banjir besar selalu menengok atau
menyaksikan banjir tersebut. Dari dulu Kali Keruh memang terkenal akan banjir
besarnya, yang sering menghancurkan dan membuat desa-desa di pingiran kalikeruh
harus waspada.
Akibat dari banjir tersebut maka salah
satu tiang Sakalimalas roboh, dan tak lama kemudian diketahui oleh masyarakat
Adisana. Masih menurut Bapak Agus Taufik, setelah di ketahui tiang itu roboh,
beberapa perwakilan dari warga Adisana melaporkan ke pihak terkait. Pelaporan
kejadian tersebut ke pihak kepolisian dan Stasiun Bumiayu. Tak lama setelah
kejadian robohnya tiang tersebut, warga Adisana langsung menyaksikan dan menuju
ke TKP, ingin melihat langsung bagaimana kondisi dari jembatan Sakalimalas.
Menurut cerita narasumber tiang itu ambruk dan terpotong menjadi tiga bagian.
Warga Adisana memenuhi tempat kejadian sekitar jembatan. Waktu itu gerimis
masih turun, rel kereta api dipenuhi oleh warga yang ingin menyaksikan.
Mengetahui jembatan Sakalimalas
terpotong, warga Adisana jiwa heroiknya muncul dan bersiaga menghentikan jika
ada kereta yang akan melintas. Warga Adisana memenuhi sepanjang rel kereta yang
melewati pinggir desa tersebut. Rel kereta dipenuh warga dari mulai sebalah
jembatan sampai ujung timur. Tak berapa lama dari arah timur muncul kereta api
bisnis, dan warga mulai beraksi mencoba memberikan kode peringatan dan
teriakan-teriakan supaya kereta tersebut berhenti. Menurut cerita dari
narasumber, pada mulanya kereta masih terus berjalan namun sudah melambat.
Masinis dari kereta tersebut masih belum percaya dengan adanya kejadian
tersebut. Masinis kereta baru percaya ketika ada warga yang secara sigap naik
ke kereta yang berjalan lambat, dan memberi informasi langsung kepada masinis
tersebut.
Setelah itu kereta tersebut berhenti
di desa Adisana sebalah timur sebelum jembatan, tepatnya di sekitar Dukuh
Mingklik Adisana. Masinis kereta tersebut kemudian turun dan meninjau langsung
jembatan Sakalimalas yang roboh. Masih menurut cerita dari narasumber, ternyata
gerbong kereta tersebut mengangkut para ABRI. Jadi kereta yang melintas
tersebut membawa tentara atau TNI, bukan penumpang biasa. Setelah berhenti di
Adisana, kereta yang membawa rombongan TNI tersebut mundur sampai ke stasiun Kretek
Paguyangan. Melihat situasi jembatan yang tidak bisa dilalui, maka rombongan
tersebut dilimpahkan menggunakan bis. Dapat dibayangkan jika kereta tersebut
lewat maka akan terjun bebas ke Kali Keruh, berapa banyak nyawa yang akan
melayang. Tidak diketahui mengapa kereta tersebut tetap lewat, padahal warga
sudah melaporkan ke pihak stasiun. Mungkin karena jeda peristiwa ambruknya
tiang dan lewatnya kereta tersebut cukup singkat. Sehingga tidak ada persiapan
dari pihak stasiun, atau karena mungkin peralatan komunikasi perkeretapian
terganggu akibat Sakalimalas ambruk.
Akibat jembatan Sakalimalas yang
terbelah, maka aktivitas perjalanan kereta api di jalur tengah lumpuh total. Sebagaimana kita tahu, kejadian atau bencana yang
besar mengundang rasa penasaran dari seseorang. Tak terkecuali robohnya tiang
Sakalimalas mengundang rasa penasaran warga Bumiayu dan sekitarnya untuk
menyaksikan langsung. Setelah tersiar kabar jembatan Sakalimalas ambruk, maka
masyarakat Bumiayu dan sekitarnya antusias menyaksikan dan mengabadikannya
dengan foto. Pada tahun tersebut hanya beberapa yang mempunyai kamera foto,
maka dari itu untuk arsip visual dari kejadian tersebut sangat sulit dicari.
Kemungkinan ada di kabupaten atau di arsip pusat perkeretaapian. Tetapi menurut
cerita dari narasumer, banyak warga di Kecamatan Bumiayu bahkan dari luar
Bumiayu seperti Ajibarang, menyaksikan langsung runtuhnya tiang Sakalimalas. Memang
secara visual Sakalimalas mempunyai bentuk yang monumental, sehingga banyak
menyita perhatian.
Peristiwa ambruknya jembatan tersebut
segera ditindaklanjuti oleh pemerintah, dalam hal ini adalah oleh Kementrian
Perhubungan dan PT. Kereta Api Indonesia. Perbaikan segera dilaksanakan guna
menunjang kelancaran transportasi darat. Perbaikan salah satu tiang tersebut,
memakan waktu cukup lama sekitar tiga bulanan. Jadi selama proses perbaikan
tersebut, jalur tersebut lumpuh total. Perbaikan salah satu tiang tersebut,
tidak seperti bentuk yang semula tetapi diganti dengan bahan baku rangka baja. Ini
dapat dilihat pada struktur jembatan Sakalimalas sekarang, dan bahkan sekarang
pemandangan jembatan legendaris tersebut sudah berbeda. Sudah terdapat satu
jembatan di sebelahnya, karena penambahan satu jalur menjadi dua jalur rel.
Dokumentasi foto asli proses perbaikan tiang jembatan Sakalimalas yang roboh akibat banjir *Sumber Foto, Bpk. Agus Taufik , Blere Adisana |
Setelah jembatan Sakalimalas selesai
di perbaiki dan diganti dengan tiang rangka baja. Kemudian jembatan tersebut
diresmikan oleh menteri perhubungan, yang pada waktu itu menjabat adalah Frans
Seda. Peresmian jembatan Sakalimalas bersamaan dengan diresmikannya SD Adisana
I(SD Jaya). Peresmian tersebut pada tanggal 16 Juni 1972, dan upacara peresmian
tersebut berlangsung di halaman SD Adisana I. Menurut cerita dari Bapak Agus
Taufik, peresmian tersebut berlangsung meriah dan ramai, terdapat layos dan
panggung untuk acara seremonial. Jadi sebagai wujud dedikasi dan terimakasih
kepada warga Adisana juga rakyat Bumiayu, maka pemerintah menganugerhkan
Sekolah Dasar (SD). Sekolah Dasar tersebut merupakan sekolah pertama di
kelurahan Adisana. Dan untuk ukuran tahun itu, sekolah tersebut merupakan
Sekolas Dasar, yang secara infrastruktur sudah bagus dan baik di wilayah
kecamatan Bumiayu.
Warga Adisana dalam peresmian itu, dijamu
dengan makan-makanan yang serba enak dan mewah (untuk ukuran pada tahun itu).
Pada waktu peresmian tersebut PT. K.A.I, sengaja membawa makanan dengan kereta
khusus untuk masyarakat Adisana. Dan kereta yang membawa makanan tersebut,
berhenti tepat di samping SD Adisana I, bukan di Stasiun Bumiayu. Warga Adisana
menikmati jamuan makan yang untuk ukuran tahun itu tergolong mewah dan
istimewa. Warga dapat menikmati makanan dan minuman yang belum pernah
dirasakannya. Makanan dan minuman kaleng yang istimewa dapat dinikmati gratis
oleh warga Adisana. Seperti misalnya minuman berkarbonasi merk Sprite,
minuman tersebut baru dirasakan warga Adisana pada waktu peresmian tersebut. Di
mana pada waktu itu ekonomi bangsa dan penyebaran kemakmuran belum merata, sehingga
untuk dapat menikmati makanan atau barang-barang yang mewah cukup sulit.
Itulah peristiwa yang heroik dari
masyarakat Adisana, tentang ambruknya salah satu tiang jembatan Sakalimalas.
Dengan kesadaran tinggi dan semangat kebersamaan, warga Adisana berusaha
mengentikan laju kereta api yang membawa rombongan tentara. Dan sebagai bentuk
dedikasi, pemerintah menganugerahkan Sekolah Dasar (SD), selain itu juga di
buat patung sebagai peringatan akan penyelamatan kereta api tersebut. Patung
tersebut sebagai bentuk simbolis penyelamatan yang dilakukan warga. Sosok
patung tersebut merupakan pak tani yang telanjang dada dengan membawa cangkul di
pundaknya. Dan tangan kanan Pak Tani diangkat ke atas sembari memegang baju dan
melambai-lambaikannya, sebagai isyarat untuk menghentikan laju kereta api.
Patung tersebut dulu letaknya di samping SD Adisana I dan menghadap ke timur.
Tetapi patung Pak Tani tersebut sekarang sudah tidak ada, roboh dan termakan
usia. Dari sudut pandang semiotika, patung tersebut menandakan masyarakat
Adisana yang mayoritas dulu sebagai petani. Sedangkan gestur dari patung pak
tani tersebut, menandakan sikap yang berusaha memberi sinyal bahaya kepada
kereta api yang melaju.
Prasasati yang masih ada di SD jaya sebagai bukti akan keberanian masyarakat bumiayu *Prarsati masih dalam ejaan lama |
Cerita tentang robohnya salah satu
tiang Sakalimalas, masih dapat didengar dari para orang tua yang tinggal di
lingkungan desa Adisana. Penulisan artikel ini sebagai bentuk kepedulian
Komunitas Pecinta Sejarah Bumiayu (Kompas Boemi). Yang kedepannya berusaha mencatat
peristiwa-peristiwa dan tempat bersejarah di lingkungan kecamatan Bumiayu. Penulisan ini sebagai bentuk
stimulus untuk dapat memicu, kepedulian kawan-kawan dari komunitas untuk dapat
melestarikan sejarah di Bumiayu dan sekitarnya. Melalui fotografi, artikel,
video atau bentuk lainnya cerita sejarah atau tempat bersejarah dapat
dilestarikan. Dan untuk melengkapi penulisan artikel ini, maka dibuatkan
ilustrasi sebagai pelengkap visual tentang kejadian robohnya tiang jembatan
Sakalimalas. Ilustrasi ini dibuat karena keterbatasan sumber visual, semoga
saja dapat menggambarkan peristiwa yang sesungguhnya. Semoga tulisan ini dapat
memberikan informasi yang menarik kepada teman-teman Kompas Boemi.
Referensi :
·
Sejarah
Kabupaten Brebes, Pemkab Brebes, 2011.
·
Wikipedia
·
Narasumber
Bpk. Agus Taufik.
No comments:
Post a Comment