Wednesday, 30 April 2014

Catatan (ter)pinggir Wacana Seni di Bumiayu....blog baru 2014

Catatan (ter)pinggir Wacana Seni di Bumiayu

Catatan (ter)pinggir Wacana Seni di Bumiayu

Bumiayu adalah kota kecamatan yang terletak di ujung selatan kabupaten Brebes. Masyarakat Bumiayu pada umumnya mempunyai mata pencaharian sebagai pedagang, petani, dan juga buruh. Tulisan ini merupakan kegundahan hati, penilaian saya, pemikiran saya, dan juga saran serta kritik saya tentang tentang dunia berkesenian di wilayah Bumiayu dan Brebes pada umunya. Mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca, dalam kaitan ini saya mencoba menulis seobjektif mungkin tanpa memihak golongan atau kelompok tertentu.

Kesenian Tradisional.

Dunia kesenian di Bumiayu memang dapat dikatakan cukup ramai untuk ukuran kota kecamatan. Beragam kesenian baik tradisional dan modern muncul ke permukaan. Walaupun secara historis mungkin akar kesenenian di daerah tersebut(Bumiayu) cukup sedikit atau bahkan dapat dikatakan tidak ada. Dalam artian kesenian daerah di wilayah Bumiayu, kesenian daerah yang ada merupakan persilangan atau pengadopsian dari kesenian daerah lain. Secara historis kesenian di Bumiayu memang tidak ada, kesenian yang ada di wilayah Bumiayu atau Brebes merupakan adopsi dari budaya daerah lain seperti jawa barat dan banyumas. Kesenian tradisional seperti sintren, calung, tari topeng, kuda lumping, sisingaan dll, merupakan kesenian yang hampir dapat dijumpai wiliyah Jawa mempunyai bentuk kesenian tersebut. Jadi bukan bentuk murni dari wilayah Brebes, Sintren misalnya populer di Cirebon, calung juga merupakan bentuk kesenian dari Jawa Barat dan tari topeng juga hampir di semua kebudayaan mempunyai bentuk budaya topeng.

Coba amati saja, bagi temen-temen yang tinggal Bumiayu, berapa kali dalam satu tahun pernah melihat atau menyaksikan pertunjukan seni tradisional? Atau menyaksikan pameran seni rupa atau melihat pertunjukan seni musik (band) kontemporer?. Dapat dikatakan pertunjukan kesenian tradisional sangat minim atau bahkan tidak pernah, ada mungkin hanya di lingkup kecil. Kesenian tradisional seperti apa yang sering disaksikan, apakah tari atau seni musik tradisional  sudah sangat jarang kita lihat di Bumiayu, memang secara historis tidak mengakar kuat pada masyarakat. Mungkin yang sering saya lihat dan saksikan adalah bentuk seni seperti genjring (rebana), itu juga biasanya dimainkan untuk mengiringi hajatan sunatan masal atau pengajian pada hari-hari besar Islam. Kesenian itu hadir pada acara hajatan di kampung yang kurang mendapat apresiasi dari masyarakat. Calung, kesenian tradisional ini sering muncul pada acara-acara seperti karnaval, pasar rakyat, Bumiayu Fair, atau dalam rangka hari jadi Brebes.

Ada pula kesenian tradisional sisingaan, kesenian tradisional ini pernah saya lihat pada acara kirab budaya hari lahir Brebes yang ke-333 di Bumiayu. Bentuk kesenian tradisional yang merupakan perpaduan seni tari, patung dan musik ini merupakan bentuk kesenian yang cukup populer di wilayah Jawa. Karena kesenian ini tidak hanya ditemui di daerah Brebes tetapi juga di daerah lainnya. Lantas apa lagi bentuk kesenian tradisional lain yang temen-temen saksikan di wilayah Bumiayu. Mungkin bentuk kesenian tradisional lainnya adalah wayang kulit atau wayang golek. Pertunjukan wayang ini juga tidak terlalu sering kita lihat di Bumiayu, hanya pada waktu-waktu tertentu pada saat ada peringatan-peringatan atau hajatan. Dan masih terdapat kepercanyaan masyarakat lama, bahwa nanggap wayang di wilayah lor kali keruh adalah pamali, akan terjadi hal yang tidak baik jika pertunjukan wayang tetap dilaksanakan. Entah sampai kapan kepercayaan masyrakat tersebut dapat dirubah, suatu bentuk warisan nenek monyang yang ambigu dan pebuh enigma di era modern.

Mungkin pertunjukan wayang yang sering mampir di wilayah Bumiayu adalah rombongan wayang dari tegal yang di komandoi oleh Ki Enthus Susmono. Pertunjukan wayang yang di dalangi Ki Enthus, selalu menarik perhatian masyarakat Bumiayu dan sekitarnya. Dimana pertujukan wayang yang didalangi Ki Enthus selain bermuatan sosial dan mengandung pesan moral juga selalui dibumbui dengan lelucon gaya tegal  (dengan bahasa prokem ngapak). Dan lelucon yang muncul pada pagelaran wayang tersebut dapat dikatakan juga jorok atau saru, tetapi masyrakat justru senang dengan lelucon  khas Ki Enthus.Kira-kira bentuk kesenian tradisional seperti apalagi yang teman-teman sering saksikan di wilayah Bumiayu. Yang jadi pertanyaan apakah nantinya kesenian tradisional seperti di atas akan dapat bertahan dan dilestarikan oleh generasi penerus kita. Sedangkan kalau dilihat secara sosial, masyarakat Bumiayu seolah cuek atau tidak kritis dalam memahami atau mengapresiasi seni tradisional. Hal ini mungkin wajar saja, dikarenakan secara historis dunia kesenian di Brebes memang tidak mempunyai akar historis yang cukup.

Dalam buku sejarah kelahiran Brebes atau cerita cerita-cerita legenda yang diceritakan oleh para orang tua kita memang tidak sedikit pun bercerita tentang kesenian. Atau bahkan orang tua kita juga tidak tahu menahu tentang sejarah nenek moyang kita, sungguh ironis bila kita semua tidak memahami daerah tempat kita tinggal. Berbeda dengan daerah lain yang mempunyai akar historis yang jelas, dalam hal ini adalah budaya nenek moyang kita. Sebagai contoh budaya Cirebon sangat kuat akar sejarahnya, dimana pada periode dulu Cirebon adalah kerjaan yang dipimpin oleh sultan. Sehingga cukup jelas akar historis dalam hal kesenian dan bidang lainnya.

Bagi pembaca yang membaca tulisan ini mudah-mudahan dapat tergugah untuk dapat mempertahankan nilai-nilai tradisi di wilayah Brebes atau di Bumiayu. Minimal kita dapat mencintai nilai tradisional dan mengetahui historisitas dari daerah yang kita tinggali sehingga nantinya akan tumbuh rasa memiliki apa yang ada di daerah kita. Lantas apa yang terjadi pada dunia seni kontemporer di Bumiayu, kesenian apa saja yang ada dan meyeruak ke permukaan. Influence mana yang mempengaruhi budaya pop atau budaya massa yang hadir di wilayah Bumiayu. Sejak kapan kira-kira budaya pop tersebut mulai muncul di Bumiayu, jenisnya apa saja dan siapa para penggiatnya.

Budaya Pop di Bumiayu.

             Budaya pop secara sederhana adalah budaya populer yang dihasilkan melalui teknik industrial untuk menghasilkan nilai profit dari konsumen massa. Budaya populer bersifat populer dan dipasarkan secara masal, sehingga dengan adanya buday pop akan memberi ruang sempit untuk seni-seni tradisional atau seni rakyat (folk) yang sudah tumbuh dan berkembang lebih dulu. Disini saya tidak akan mengutip teori dari pakar budaya seperti Jean Baudilard, Rolland Barthes, Dominic Strinati, John Storey, Bryan Turner, Yasraf Amir Piliang, Idy Subandy, atau siapalah, saya sudah dapat memprediksi nantinya ada beberapa komentar yang tidak enak di dengar. Tapi disini saya menulis kegundahan atau pemikiran saya tentang kesenian di Bumiayu sesuai kapasitas saya. Padahal bentuk kutipan bukan berarti copy paste, di era postmodern ini kutip-mengutip dalam teks atau seni sudah sangat wajar bukan berarti tidak kreatif, ini merupakan bentuk INTERTEKSTUALITAS menurut Julia Kristeva. Atau PARODI, KOLASE, RE-INTERPRETASI, MONTASE, atau KITSCH, PASTICHE, bahkan NIHILISME  dalam dunia seni pada umumnya sudah menjadi biasa.

Okelah tidak usah panjang lebar meributkan kutipan atau bahasa ilmiah yang tidak mudah dipahami, memang walaupun menggunakan bahasa yang rendah hati atau bahasa ilmiah yang asing, nantinya akan tetap mendapat respon yang beragam bahkan tidak nyaman di kuping. Intinya INTERTEKSTUALITAS itu akan terus berjalan dan akan terus ada menghiasi berbagai kajian budaya baik verbal atau visual. Selanjutnya akan mulai dari mana pokok bahasan kita tentang budaya populer di Bumiayu. Sebelumnya ada beberapa pertanyaan tentang budaya pop di Bumiayu. Apakah ada budaya pop di Bumiayu? Apakah masyarakat tahu tentang budaya pop? Apa saja yang termasuk budaya pop di Bumiayu?Apakah para pelaku budaya pop di Bumiayu merasa berada di jalur ini atau...? Dari mana pengaruh budaya pop tersebut dan siapa yang menjadi sasarannya? Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menjadi pokok bahasan yang menarik dan tentunya akan mengundang banyak pro dan kontra. Pada pokoknya saya hanya mengutarakan kegundahan pemikiran, dari pada dipendam ada baiknya diwacanakan ke publik lewat dunia virtual. Walaupun sekedar wacana bukan berarti hanya sebagai utopia atau enigma, tetapi mudah-mudahan nantinya menimbulkan pencerahan dunia kesenian di Bumiayu.

Melalui virtualitas diharapkan dapat meresap dan merembes halus ke titik-titik vital atau sendi-sendi pelaku seni atau penggiat seni di Bumiayu. Dari pengertian di atas kita sudah mengetahui budaya pop adalah budaya yang diciptakan dengan teknik industri untuk mendapatkan untung dan bersifat massa. Nah kalo kita lihat di kota kecil seperti Bumiayu bentuk budaya seperti di atas kira-kira seperti apa, seni apa saja yang termasuk budaya pop? Apakah seni rupa masuk dalam kategori budaya pop? Atau hanya seni musik yang termasuk dalam budaya pop?. Dalam konteks ini kesenian populer yang tumbuh di Bumiayu adalah jenis seni musik, lantas apakah bentuk seni rupa bukan termasuk kategori populer di Bumiayu. Secara subtsansial bentuk seni visual tidak termasuk budaya pop, dalam konteks ini dikarenakan proses pembuatan seni rupa tidak bersifat masal atau masinal. Dalam pengertian seni rupa disini adalah fine art, bukan kerajinan atau yang dikerjakan dengan mesin.

Sebelum membahas musik populer di Bumiayu, sedikit akan saya ceritakan penglaman saya dalam duni seni rupa di kota kecil yang kotor dan berdebu pada waktu kemarau dan becek ketika musim hujan (adakah di antara temen-temen yang kritis melihat kondisi kebersihan di kota kita tercinta, yang dikenal dengan Bumi yang Ayu). Seni rupa sudah menjadi bagian dari hidup saya, sudah sejak kecil saya menekuni dunia seni, mulai dari menggambar, membuat kerajinan dll. Mungkin terlalu panjang jika membicarakan perjalanan hidup saya, dan terlalu naif juga. Kita awali saja ketika saya mulai mengadakan pameran bersama seni lukis, di trotoar tepatnya di depan Pegadaian Bumiayu pada tahun 2006. Pameran yang dapat dikatakan sebagai stimulus untuk membangkitkan kembali dunia seni rupa yang sudah mati suri. Pameran di trotoar dengan tampilan apa adanya tanpa penutup atau tayub, dapat dikatakan cukup nekat, bagaimana tidak dana yang sedikit dan waktu cukup singkat dalam persiapannya.

Selanjutnya tahun 2007 saya bersama teman-teman komunitas mengadakan pameran seni lukis kembali dengan tema “BumiArtyou”. Saya tidak mau panjang lebar menjelaskan tentang sejarah seni rupa, yang saya inginkan ada pembahasan yang berimbang. Dan memang seni rupa yang saya kibarkan bersama temen-temen komunitas bukan termasuk budaya pop. Disamping itu pembahasan seni rupa sudah tertulis dalam posting yang lama dalam blog ini. Lantas budaya pop seperti apa yang ada di Bumiayu, apakah seni musik yang sudah ada dapat dikatakan pop. Kita harus tahu secara substansial budaya pop terlebih dahulu, dimana psoses munculnya budaya tersebut melibatkan industri dan media. Apakah musik yang ada di Bumiayu dapat dikategorikan budaya pop. Menurut hemat saya iklim seni musik yang ada di Bumiayu belum dapat dikategorikan dalam ranah populer, walaupun ada yang beranggapan mereka membawakan aliran pop, pop romantis, atau pop rock. Dimana secara substansial budaya pop adalah bersifat massa, memang musik bersifat massa, lalu apakah musik dalam konteks ini sudah terindustrialisasi atau termonopoli oleh kapital.

Memang secara universal musik sudah termasuk budaya pop, secara historis musik populer sudah mulai muncul sejak periode 50-an. Dimana pada waktu tumbuh dan berkembang jenis musik populer seperti jazz, blues, soul, regea, dan rock n roll. Seiring dengan tumbuhnya musik pop maka musik pop masuk dalam ranah industri, dengan jalan memperbanyak rekaman, pentas, video, fashion, gaya hidup, dan gaya rambut. Semua yang berhubungan dengan musik telah menjadi lahan komoditas yang subur dan akan terus dipanen oleh para kapitalis dan industri monopolistik. Secara historis perjalanan seni musik di Bumiayu mulai muncul kapan saya tidak begitu mengetahui secara persis, mungkin dari temen-temen komunitas musik mengetahui kapan tepatnya musik Bumiayu muncul ke publik. Lantas jenis musik apa saja yang tumbuh dan berkembang di Bumiayu, setahu saya jenis musik yang tumbuh dan berkembang adalah dangdut, campursari, pop, rock, regea, grunge, metal dan underground(menyebut istilah untuk jenis musik ekstrim).

Apakah semua jenis musik yang ada tersebut sudah dimonopoli oleh kaum kapital atau sudah dijadikan komoditas oleh pihak-pihak terkait. Memang dalam dunia seni ada komponen-komponen pendukung dalam menciptakan dan memasarkan sebuah karya seni. Komunitas musik yang ada di Bumiayu saya rasa secara substansial belum merambah ke ranah populer, komunitas yang ada di kota tersebut masih sebatas ekstase sebuah komunal. Musik yang ada belum terindustrialisasi dan belum bersifat massa, walaupun bersifat massa itu hanya sesaat saja tidak lebih dari sebuah ekstase. Jadi pertanyaan sudah jelas, pencapaian seperti apa yang didapat sebuah kelompok musik atau band yang berasal dari Bumiayu. Untuk dapat menjadi populer tentunya ada sebuah pencapaian yang intens, antara lain album rekaman, show yang intens, atribut band, sovenir, video klip, fashion,dll.

 Dalam pengamatan saya ada beberapa kelompok yang sudah sempat masuk dapur rekaman dan mengeluarkan album, tetapi setahu saya album mereka dalam bentuk kompilasi atau mungkin split album(dapat diklarifikasi pengamatan saya barangkali kurang tepat). Selanjutnya apakah sebuah video klip  merupakan sebuah pencapaian dalam sebuah budaya musik pop, video, televisi, sudah tentunya menjadi bagian dari budaya pop. Dalam konteks ini tentunya di imbangi dengan sebuah album rekaman dan rangkain tour atau show yang nantinya akan melahirkan gaya berpakaian, gaya rambut, dan gaya hidup dari sebuah band. Dalam pengamatan saya ada beberapa band Bumiayu yang mencoba eksis membuat video klip yang kemudian diunggah melalui youtube. Dengan adanya dunia cyberspace memudahkan dalam mencapai sebuah popularitas, lewat dunia maya kita sudah dapat terhubung dengan manusia yang ada di belahan dunia lain, walaupun pada kenyataannya itu adalah sebuah virtualitas. Idealnya ditayangkannya sebuah video klip dari sebuah band atau kelompok musik adalah sebagai bentuk promosi, dan tentunya sebagai bentuk interpretasi dari sebuah album musik grup tersebut.

Yang menjadi aneh ketika video klip tersebut tayang, tetapi album dari sebuah kelompok musik tersebut belum ada, hal ini tentunya menjadi ironi dalam iklim dunia musik. Tetapi dijaman yang serba virtual ini semua dapat dilakukan dan semua orang dapat menikmatinya tanpa perlu kritis menanyakan dari mana barang ini siapa pembuatnya dll. Dan tentunya fahan pragmatis telah merasuki dunia seni di Bumiayu, dunia serba instan dilakukan untuk mencapai popularitas. Manusia kontemporer telah hanyut dan terlena dalam sebuah ekstase virtual.Di sisi lain dahulu pada awal 2000-an, band-band underground sudah lebih dulu masuk dalam album kompilasi yang dengan label rekaman dari Purwokerto. Walaupun pada kenyataannya eksistensi grup band underground tidak dapat dapat bertahan lama. Dalam pengamatan saya disini eksistensi menjadi penting, kenapa tidak kecenderungan trend musik atau trend apa saja di Bumiayu tidak bertahan lama hanya ramai pada awal-awalnya saja atau dalam istilah Bumiayuan “Demyar”. Nah banyak faktor yang mempengaruhi sebuah eksistensi dalam dunia kesenian, salah satunya adalah yang fundamental adalah orang Bumiayu masih dalam urusan perut belum merambah ke level yang lebih tinggi.

Ada sebuah ungkapan bahwa “Seni Tidak Akan Hidup di Tengah-tengah Orang yang Lapar”, sesuai dengan keadaan yang ada di kota Bumiayu. Manusia-manusianya masih dalam proses mencari dan memenuhi kebutuhan paling primer yaitu makan dan bertahan hidup. Kita tahu bahwa seni adalah salah satu kebutuhan manusia juga, yaitu kebutuhan tersier yang akan terpenuhi jika kebutuhan pokok lainnya telah terpenuhi. Lalu apakah jika kebutuhan pokok terpenuhi maka seni akan menjadi ramai dan mendapat apresiasi, jawabannya bisa ya  bisa tidak. Sekarang yang jadi permasalahan adalah tidak semua orang mencintai dan menyukai seni yang sama. Butuh proses dan pembelajaran seni dalam diri masyarakat tersebut. Masalah pembelajaran seni menjadi permasalahan kedua, jadi butuh waktu dan proses yang tidak singkat untuk dapat membuat masyarakat Bumiayu “melek” seni dan mencintai seni sebagai bagian dari kehidupan.

Nah hal-hal di atas merupakan permasalahan yang tidak sepele dan tentunya para pelaku seni di Bumiayu harus menyadari kondisi tersebut. Selanjutnya dalam pengamatan saya berikutnya tentang seni di Bumiayu, terjadi centralisasi dalam sebuah iklim seni dan tidak seimbangnya dunia kesenian di Bumiayu. Centralisasi dalam hal ini adalah terpusatnya sumber atau influence dari ikon  atau dapat dikatakan terdapat sebuah pemujaan ikon. Walaupun beragamnya seni yang ada di kota tersebut, tetapi ikonisasi tetap belum juga menghilang. Hal ini berimbas pada tidak seimbangnya iklim seni di Bumiayu, dan tentunya ada seni-seni yang terpinggirkan. Kita amati saja jenis kesenian apa yang sering tampil di Bumiayu dan sudah menjadi avant garde. Walaupun tidak semua orang dapat menikmati jenis kesenian tersebut, hanya kelompok tertentu.Disamping itu pula peran dewan kesenian dalam pengamatan saya masih subjektif, sudah ada jalur yang permanen dan turun temurun dan terus dilalui oleh orang tetap pula. Sehingga orang diluar jalur tersebut akan menjadi outsider dan menjadi orang asing dalam dunia kesenian di Bumiayu.

Mungkin itu sedikit kegundahan saya tentang iklim kesenian di Bumiayu, tujuan saya menulis ini tidak lain adalah sebagai sebuah bahan renungan kita bersama para pelaku seni di Bumiayu. Bahwa di kota kita tercinta ini tumbuh dan berkembang insan seni yang potensial dan berkompeten. Akan menjadi ironi jika tidak seimbangnya dunia kesenian di Bumiayu, hanya memunculkan satu jenis kesenian yang dominan. Dalam kehidupan semua harus seimbang atau balance, sebagaimana yang dikatakan oleh orang Yunani kuno “ Apabila kita terlalu banyak dalam segi kehidupan apa saja, bagaimana itupun menyenangkan hal itu, itu tidak baik. Mereka menyebutnya sebagai jalan tengah. Kehidupan ini akan menjadi penuh dan berarti, jika satu dengan yang lain seimbang. Suka cita di dalam pikiran, tubuh, perasaan, kehidupan sosial, dan perkara-perkara rohani harus dijaga agar tetap seimbang”.[]

 

Memahami seni rupa anak....blog baru 2014

Memahami Seni Rupa Anak



Memahami Seni Rupa Anak
Salah satu potensi dasar pada diri anak yang perlu dikembangkan sejak dini adalah potensi kreativitas. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengembangkan kreativitas anak antara lain melalui kegiatan/pengajararan seni rupa khususnya dalam bentuk kegiatan menggambar. Gambar anak-anak menjadi sesuatu yang penting untuk pertumbuhannya dan merupakan refleksi anak dalam pendidikan kreatif. Melalui gambar anak, dapat dikaji berbagai hal yang berkaitan dengan pengalaman, fantasi, imajinasi, tingkat kecerdasan, kebebasan berekspresi, kreativitas, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya Guru memegang peran penting dalam pendidikan, tentunya juga dituntut kreativitasnya agar dapat mengembangkan potensi kreatif anak.
Berdasarkan pendapat para ahli, gambar anak diciptakan berdasarkan penglihatan dan perasaan terhadap lingkungannya. Adanya perbedaan tingkatan usia dan tipe pada diri setiap anak menjadikan karyanya memiliki karakteristik yang tentunya berbeda dengan orang dewasa atau berbeda pada tiap tingkatan usia dan tipe di antara anak. Untuk memahami karakteristik gambar anak-anak, ada dua hal yang perlu diperhatikan oleh seorang guru atau pendidik agar dapat  memberi motivasi dan stimulasi yang tepat yaitu:
Periodesasi.
Masa yang dilalui selama hidup manusia biasanya dibagi-bagi, digolongkan menurut tahap-tahap tertentu  berdasarkan perkembangan jasmani maupun jiwanya.Penggolongan waktu tersebut disebut periodesasi atau pembagian masa. Demikian pula halnya mengenai ciri-ciri gambar anak-anak, juga dapat diidentifikasi berdasarkan periodesasi. Penggolongan periodesasi pola gambar pada anak, banyak dikemukakan para ahli seni. Salah satu yang paling populer adalah teori dari Victor Lowenveld, ia membagi periodesasi ciri-ciri gambar anak menjadi beberapa tahap, antara lain :
·         Tahap Coreng moreng (2-4 tahun)
Sejak usia 2 tahun seluruh anggota badan anak berusaha untuk sekedar digerakan, karena pengaruh syaraf motoriknya. Goresan pada tahap menggambar ini semula tidak terarah, tebal tipis, bengkok, putus-putus, panjang pendek tetapi dengan hasil yang serba kebetulan dan pada diri anak akan tercapai kepuasan. Lama-lama mereka dapat menggerakkan anggota badan dengan tujuan yang jelas. Maka terjadilah aksi coret-coret yang makin lama makin jelas arahnya. Sehingga pembinaan pada usia ini hanyalah memberi stimulasi yang tetap mengiyakan, membubuhi ceritanya, serta lebih mengaktifkan imajinasinya. Jadi biarkan saja anak pada usia ini untuk lepas dalam menggambar, kita hanya perlu mengawasinya saja dan memberi pancingan atas objek yang di gamabarnya.

·         Tahap Masa Prabagan (4-7 tahun)
Pada masa selanjutnya yaitu masa prabagan, disini anak dapat mengendalikan motoriknya maka anak akan dapat melihat hubungan antara yang dihasilkan dengan bentuk-bentuk objektif. Telah terjadi perubahan dari coret-coret ke arah bentuk yang lebih esensial. Dengan perubahan ini kita dapat lebih mengenali dan menafsir bentuk yang ada, lama-lama akan terbentuk bagian-bagian lain yang lebih menunjang imajinasinya. Masalah ruang belum dapat dipecahkan, warna cenderung tidak sesuai dengan warna aslinya. Artinya pada masa itu masih memerlukan pengenalan-pengenalan teknik yang paling mudah, seperti menggambar kepala hanya dengan lingkaran, langit hanya dengan goresan asal, pohon dengan gambar yang paling sederhana dll. Disini diperlukan pembinaan yang lebih terarah pada perkembangan teknik atau cara yang secara mudah dan memperkenalkan objek gambar lainnya (misalnya dengan cara rekreasi, atau sejenisnya) sehingga dapat dihasilkan variasi gambar yang lain.
·         Tahap Masa Bagan (7-9 tahun)
Pada masa ini merupakan konsep tentang bentuk dasar dari pengalaman kreatif, anak pada usia ini telah memiliki konsep cerita yang sudah banyak. Pengamatan telah makin teliti dan semakin tahu siapa dirinya dalam hubungan dengan lingkungannya. Pada usia ini pengaruh guru sangat besar. Anak telah memiliki pengalaman sosial, yaitu hal-hal yang sebenarnya sudah diketahui, disikapi karena desakan emosi subjektifnya. Karena kesadaran meningkat, anak mulai gelisah dan secara kritis mengontrol dirinya antara pengamatan dan hasil-hasil gambar masa lalu. Disini peran guru bertugas mengaktifkan pengalaman anak tersebut.
Penggambaran ruang telah muncul tetapi masih sederhana, terutama dalam memahami lingkungan dimana mereka berada. Sebagian pengalaman ruang masih sederhana dan diletakan dalam satu garis vertikal sebagai garis dasar. Komposisi objek masih tumpuk-menumpuk atau tersusun ke atas. Dan pada soal warna telah disikapi sebagaimana bentuk yang mendekati pada warna aslinya. Misalkan warna pohon akan diberi warna hijau dan matahari akan diberi warna kuning atau orange.
·         Tahap Masa Permulaan Realisme (9-11 tahun)
Di usia ini anak semakin cerdas dalam memngungkapkan imajinasinya.  Konsepsi semakin mendetail, tampilan lebih proposional, berkat meningkatnya intelektual mereka. Rasio mulai digunakan di samping emosi subjektif. Jadi pada masa ini sudah ditinggalkan penggambaran bagian yang dilebih-lebihkan karena fungsi aktifnya. Artinya ia telah dengan lebih bebas menggambar figur-figur atau bentuk-bentuk yang lebih bebas dalam seluruh bidang gambar. Hanya dalam usia ini mereka belum banyak memanfaatkan atau kesulitan dalam persoalan perspektif. Gejala yang paling terlihat pada usia ini adalah kedekatan figur yang lebih nyata, walaupun pada segi warna tidak terlalu cocok dengan kenyataan.
·         Tahap Masa Realisme Semu (11-13 tahun)
Pada masa ini telah banyak dipengaruhi oleh intelegensi yang semakin matang. Ada pendekatan realistis dengan alam sekitar, meskipun barangkali belum sepenuhnya kesadaran sebaik orang dewasa. Tingkah lakunya makin gelisah, banyak bergerak dan ada gejala suka membentuk grup sebagai manifestasi kesadaran akan perlunya kerjasama. Sehingga dalam usia ini anak lebih mendekati perangai remaja yang memiliki seluk-beluk yang sangat bervariatif. Untuk pola gambar sudah cukup matang, pewarnaan juga sudah sesuai. Namun bentuk yang sudah realis, masih kurang kuat dalam artian realitik tetapi masih ada kekurangan seidikit dalam bentuknya.
Dengan adanya pembagian periodesasi dalam kcenderungan gambar anak, maka diharapkan kita para pendidik dapat lebih peka dalam menanggapinya. Selanjutnya tugas guru adalah membimbing dan mengarahkan tiap anak didiknya yang mempunyai kecenderungan secara umum yaitu kecerdasan visual spatial.

ESENSI IDE DALAM SENI RUPA.....blog baru 2014

ESENSI IDE DALAM SENI RUPA



ESENSI IDE DALAM SENI RUPA
Dalam dunia seni rupa umumnya dikenal ada dua struktur, yaitu struktur isi (bentuk) dan tema (ide). Sebuah karya seni tercipta melalui dua unsur itu yang saling melengkapi, sehingga karya seni yang tercipta dalam kesatuan antara ide dan bentuk. Struktur atau elemen bentuk seni rupa antara lain warna, garis, bidang, tekstur yang menghasilkan objek dalam karya seni tersebut. Dimana unsur-unsur tersebut sebelumnya sudah dijelaskan, di posting blog saya ini. Selanjutnya tema atau ide yang membangun terciptanya sebuah karya seni, sebenarnya ada empat macam. Struktur ide tersebut antara lain Citra, Metafora, Simbol, dan Mitos. Berikut akan dijelaskan dengan pendekatan dan gaya penulisan menurut penulis. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi teman-teman pembaca. Salam budaya dan selamat membaca…..
1.      Citra.
       Citra, mungkin kita sering mendengar istilah tersebut dalam kehidupan sehari-hari.   Tetapi apakah kita telah memahami apa sesungguhnya citra itu. Citra menurut kajian psikologis berarti reproduksi mental, suatu ingatan masa lalu yang bersifat indrawi dan berdasarkan persepsi serta tidak bersifat visual. Sedangkan menurut pendekatan semiotika atau ilmu tentang tanda, citra adalah sesuatu yang tampak oleh indra, tetapi tidak memiliki eksistensi substansial. Sebenarnya suatu citra itu terbentuk melalui suara(verbal) dan gambar(visual. Tetapi menurut teoritikus sastra Ezra Pound, menerangkan bahwa citra bukan gambaran fisik, melainkan sebagai sesuatu yang dalam bentuk sekejab dapat menampilkan kaitan pikiran dengan emosi yang rumit. Pencitraan visual merupakan penginderaan atau persepsi, sekaligus mewakili pada sesuatu yang tampak, sesuatu yang berada di dalam(inner).
        Sehingga dalam seni rupa, yang muncul adalah citra yang ditimbulkan oleh indra penglihatan kita. Penglihatan kita terhadap karya seni tersebut disalurkan ke otak melalui impuls saraf, sehingga terjadilah suatu rasa dalam melihat karya tersebut. Ketika seniman mencipta sebuah karya seni dengan berbagai macam bentuk, maka secara tidak langsung seniman tersebut menciptakan citra dalam karya tersebut. Citra dalam karya seni atau lukisan berlaku pada semua jenis aliran. Sebagai contoh ketika kita melihat jenis lukisan pemandangan atau mooi indie yang menebarkan rasa kedamaian melalui objek gunung, pegunungan, sawah, laut, lembah yang teduh, ngarai dan sungai-sungai yang jernih.  Sehingga citra yang dimunculkan dari karya jenis ini, adalah citra yang nyaman, tenang, dan eksotik. Begitu juga sebaliknya ketika kita mengapresiasi karya Raw art, Pastiche, atau abstrak, yang menggunkan teknik cipatran cat, dan bentuk yang ekpresif, sehingga kita kita mencerap sebuah citra yang bergerak dan aktif dalam lukisan tersebut.

          Lebih jauh, Thomas W. J. Michael mengusulkan tipologi citra dengan membedakan beberapa kelas citra sebagai berikut. 1. Citra Grafis(lukisan, gambar, patung, desain) 2. Citra Optikal(cermin, proyeksi) 3. Citra Perseptual(sense data,spesies, penampakan) 4. Citra Mental(metafora,deskripsi). Dengan demikian jelaslah citra visual atau citra grafis merupakan bagian dari ide, sadar atau tidak seniman menciptakan citra visual. Melalui bentuk, garis, warna, bidang, tekstur dan komposisi, terciptalah sebuah objek dan munculah citra visual. Untuk lebih jelasnya bagaimana citra visual bekerja, disini akan dikutip pemikiran dari Edmund Burke Feldman, sebagai berikut :
“seaorang melihat citra(images) bukan benda(things) sensasi cahaya yang jatuh pada retina ditransmisikan sebagai impuls energi pada otak yang secara simultan menerjemahkan kedalam entitas bermakna yang disebut citra. Tidak saja ada  sebuah gambar, sebuah proyeksi optis, didalam didalam otak sendiri. Perseptik terjadi dimata tentunya, akan tetapi persepsi merupakan fungsi dari otak. Kita tidak dapat mengalami sensasi tanpa menguraikan cirinya dengan cara tertentu, memberinya labels, memuatinya dengan makna. Citra dengan demikian dapat difenisikan hasil pemuatan sensasi optis dengan makna”
Jenis Lukisan Pemandangan yang mencitrakan kedamaian dan ketenangan.
2.      Metafora (Metaphor)
         Metafora adalah sebuah model interaksi tanda, yang didalamya sebuah tanda dari sebuah sistem digunakan untuk menjelaskan makna untuk sebuah sistem lainnya. Atau dengan kata lain meminjam bentuk, tulisan, atau verbal untuk menghasilkan makna baru melalui wujud yang lain. Metafora secara tradisional ditandai dengan tiga pilar ada  pokok pertama: metafora merupakan sesuatu yang dikenakan pada benda maka untuk berabad-abad lamanya, metafora hanya diberikan dengan benda saja. Kedua: metafora didefinisikan dalam konteks gerakan. Metafora dalam konteks ini dikenal dengan istilah Ephipora, adalah semacam perpindahan atau gerakan “dari…ke…” dalam konteks ini metafora berlaku untuk segala bentuk transposisi.
            Metafora merupakan transposisi sebuah nama yang asing, yakni nama yang sebetulnya milik sesuatu yang lain. Berdasarkan penjelasan di atas metafora meliputi bentuk (visual, gerak atau kinetik) dan ucapan (verbal), sehingga metafora memakai media-media tersebut untuk menghasilkan makna baru dari suatu bentuk atau komposisi. Tetapi menurut Paul Ricouer, dalam bukunya yang berjudul The Rule of Methapor (1977) mengungkapkan bahwa metaforis yang sebenarnya tidak pada kata (verbal) tidak pada kalimat bahkan tidak pada wacana melainkan pada kopula kata “adalah”.
            Kopula kata disini mengandung pengertian “adalah seperti” dan sekaligus “adalah bukan”. Seperti pada kalimat “manusia adalah seekor babi” tentu bila kita berbicara metafora bukan berarti manusia itu sosok babi, disini metafora bekerja “adalah seperti” babi, yang mempunyai makna bahwa manusia itu berkelakuan kotor dan pemalas seperti babi. Sehingga dalam konteks ini metafora berlaku dalam disiplin linguistik. Pendapat Paul Ricouer yang menempatkan metafora tidak pada kata, kalimat, atau benda (visual) maka kehadiran benda, kata, kalimat hanyalah sebagai sebuah presentasi dari fakta atau sistem.
            Dalam konteks seni rupa, metafora merupakan bagian  yang cukup penting dalam melukiskan, atau membuat makna baru dalam sebuah karya seni. Sebenarnya dalam konteks seni rupa intinya sama dengan konteks linnguistik (verbal), hanya medianya yang berbeda yaitu dengan bentuk visual atau gambar. Dalam seni rupa metafora bekerja melalui peminjaman bentuk atau objek untuk menghasilkan sebuah makna. Fungsi metafora dalam seni rupa, mungkin bekerja pada pengaburan makna yang ekstrim, negatif atau sebagainya.misalkan pada sebuah karya seni lukis, dilukiskan seekor tikus dengan bentuk menyerupai manusia  sedang membawa brankas uang atau kantong uang. Sehingga dalam lukisan tersebut dapat diartikan seorang manusia yang rakus akan uang atau duniawi.
           Sebagai contoh lainnya misalkan lukisan Djoko Pekik berjudul  Raja Celeng 1998. Dalam lukisan tersebut dilukiskan penangkapan raja celeng yang gemuk ditengah kerumunan manusia. Dalam hal ini Djoko Pekik memakai metafora binatang sebagai bahasa ungkapan dalam karya seninya. Pada periode tersebut keadaan bangsa Indonesia sedang dalam situasi yang carut-marut, penggulingan Rezim sehingga dalam lukisan tersebut memunculkan interpretasi yang beragam seperti sakit hati, balas dendam, kelaparan, atau bahkan kematian yang tragis. 
Lukisan Djioko Pekik, yang menggunakan metafora binatang celeng sabagai bahasa ungkap.
3.      Simbol (Symbol)
          Simbol muncul dalam konteks yang sangat beragam dan digunakan untuk bebagai tujuan. Simbol dapat dapat hadir dalam beberapa disiplin ilmu seperti logika, matematika, semantik, kimia, seni rupa dan seni lainnya. Pengertian simbol adalah sebuah tanda konvesional yang disetujui bersama oleh suatu kelompok atau komunitas tertentu. Jadi makna symbol telah dikontruksi oleh sistem masyarakat dalam suatu wilayah. Simbol dalam kajian semiotika adalah tanda yang berhubungan penanda dan petandanya bersifat arbiter(sewenang-wenang). Dan menurut Ferdinan D. Saussure, sewenang-wenang artinya tidak ada hubungan alamiah antara bentuk atau penanda dengan makna atau petanda. Sebagai contoh, kata gelas, adalah sebuah tempat air untuk minum, bukan untuk tidur. Maka dari sistem pertandaan tersebut, symbol telah dikontruksi oleh sistem sosial masyarakat. Maka dari itu suatu bentuk simbol yang sama akan berbeda makna apabila berada di territorial yang berbeda. Misal, ular disuatu tempat menyimbolkan kejahatan atau setan, tetapi di tempat lain ular dapat berkonotasi sebagai keberanian atau sifat dewa.

            Penjelasan di atas masih dalam konteks linguistik, lantas simbol dalam seni rupa seperti apa penggunaannya. Sebenarnya  penempatan simbol dalam seni rupa hampir sama dengan konteks linguistik, hanya saja dalam seni rupa yang bekerja adalah unsur visual bukan verbal. Dalam konteks seni rupa, simbol dapat dikontruksi sedemikian rupa oleh si seniman. Sang kreator dapat menciptakan simbol-simbol melalui karya seni lukis, grafis, patung dan sebagainya. Pemakaian simbol dalam seni rupa bertujuan untuk meyampaikan pesan yang terkandung dalam sebuah karya. Ketika seorang pelukis menggambarkan seekor ular, mungkin itu sebagai simbol kejahatan atau kelicikan. Tetapi bahasa visual tidak bebas, seperti bahasa verbal, artinya bahasa visual itu terbatas. Missal, seorang seniman ingin mengungkapkan makna melalui simbol, tetapi simbol tersebut tidak terkonvensi di suatu kelompok dimana seniman itu hidup. Sehingga seniman dituntut kreativitasnya untuk menciptakan simbol baru, untuk menciptakan makna baru, maka dari itu simbol dapat bersifat personal.
         Sehingga dalam konteks simbolisasi ini, telah terjadi dekontruksi pertandaan yang bersifat sewenang-wenang, menjadi permainan bebas tanda. Mengacu pada pemikirin Jaques Derrida, tokoh poststrukturalis, yaitu tentang dekonstruksi tanda untuk menghasilkan makna baru. idak Menurut Derrida, bahwa petanda(makna) tidak harus diterima sebagai konvensi, ia harus dibongkar dan didekonstruksi. Selanjutnya hubungan antara penanda dan petanda tidak bersifat simetris atau baku, akan tetapi terbuka bagi permainan bebas tanda, sebuah permainan yang akan membawa pembaharuan.
           Maka dari itu, dalam konteks seni rupa seniman diberi kebebasan penuh untuk melukiskan simbol-simbol baru. Seniman dengan polda pikir yang berbeda diharapkan dapat menciptakan simbol-simbol baru melalui karyanya. Sehingga dari tersebut akan lebih kaya dengan bentuk atau objek visual yang baru. nilai simbolik dalam karya seni dapat berubah, tidak hanya berpatokan pada nilai konvensional masyarakat. Konsep tentang permainan bebas tanda ini relevan juga dengan teori dari pemikir post-strukturalis, Julia Kristeva. Ia menjelaskan tentang model pemaknaan, salah satunya adalah significance, yaitu pemaknaan yang menghasilkan makna-makna subversive dan kreatif, suatu proses penciptaan tanpa batas dan tak terbatas. Proses penyaluran kapasitas-kapasitas sebjektifvitas pada diri manusia melalui ungkapan bahasa.
salah satu karya penulis, yang memakai simbol yang lebih personal
4.      Mitos.
         Istilah keempat adalah mitos, mungkin identik dengan cerita bohong atau khayalan. Istilah mengacu dalam bidang agama, antroplogi, sosiologi, psikologi dan seni rupa. Pengertian mitos adalah khayalan atau sacara ilmiah adalah sejarah yang tidak benar. Mitos telah menampati posisis yang penting dalam kehidupan manusia, hal ini dapat ditelusuri keberadaan mitos sejak zaman kuno. Dalam masyarakat primitive, mitos digunakan untuk menandai sesuatu yang sacral atau suci. Sebenarnya nilai substansial dari mitos itu telah dikonstruksi untuk mengalihkan atau mengaburkan makna. Mitos dipakai untuk mengalihkan makna pada suatu tempat atau bentuk, tetapi secara substansial dalam mitos itu tersimpan makna sebenarnya. Sebagai contoh, cerita rakyat memitoskan bahwa didalam gua ada seekor ular besar yang akan memangsa manusia yang berbuat merusak dan jahat. Mitos tersebut yang tampak adalah makna tersurat, tetapi nilai substansial dari mitos tersebut adalah sebagai peringatan manusia supaya tidak melakukan tindakan merusak alam.
        Sedangkan menurut kajian semiotika, mitos merupakan sisi lain dari bahasa. Menurut Roland Barthes, mitos adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial(yang sebetulnya arbiter atau konotatif), sebagai sesuatu yang dianggap alamiah. Menurut Roland Barthes, mitos adalah nilai-nilai sosial dalam khidupan manusia, ketika kita berbicara kehidupan sosial kita, maka pada hari itu menjadi mitos. Disini dapat ditarik kesimpulan juga, bahwa mitos merupakan bahasa simbolik yang tidak beku dan mandeg, akan tetapi merupakan bahasa yang dapat menggairahkan dan sekaligus menyatukan nilai-nilai budaya. Suatu budaya yang lenyap dapat diartikan sebagai mitos yang lenyap, maka dari itu substansi dari mitos adalah pola permainan bahasa untuk menghasilkan makna.
          Lantas seperti apa peranan mitos dalam dunia seni rupa, mitos dalam seni rupa merupakan bahasa ungkap dan maksud sang seniman. Jika seorang seniman menyatakan perlunya menyatu dengan masyarakat, memerlukan legitimasi dan pengajuan status sebagai seniman yang berfungsi di masyarakat. Peran mitos menjadi sarana pencarian sudut pandang dalam pencapaian tujuan tertentu. Dan tentunya penyampaian makna dalam sebuah karya seni. Misalnya, pelukis Raphael mencoba menciptakan lukisan School of Athens.  Lukisan ini mencoba menceritakan cerita nyata pada zaman Yunani, tentang iklim pemikiran tentang alam semesta dan filsafat manusia. Dengan berbagai sumber dan data yang berhasil dirangkum, Raphael mencoba mengungkap dari sisi dramatis dan spirit suasana pada waktu itu. Dengan demikian Raphael mencoba memberi tawaran bahasa dalam melihat kenyataan, dan ia sebenarnya telah menggunakan sekaligus menciptakan mitos.
Lukisan Raphael, School of Athens, yang mencoba menawarakan bahasa unkap lewat mitos
          Dengan mempelajari dan mengetahui tentang citra, metafora, simbol dan mitos dalam seni rupa yang pada masa lalu dianggap sebagai dekorasi dan retorika. Maka wacana tersebut dapat member fungsi mendalam tentang menguak karya seni rupa. Dengan adanya ide tentang citra, metafora, simbol dan mitos, dapat membantu kita mencari makna, tanda dan pengkodean dalam karya seni rupa. Dengan adanya ide tersebut sekaligus memperkaya wujud, konsep, dan objek dalam seni rupa. Dan ide tersebut membebaskan dari sistem yang sudah ada dan terkungkung pada wacana yang sudah berlalu. Muatan-muatan ide melalui keempat istilah tersebut menjembatani pambagian dan pengkajian karya seni rupa, atas komponen bentuk dan teknik yang dirasa sudah biasa, kehadiran dan keberadaannya memberi kekayaan visual dan sekaligus keberagaman makna.

Gubahan Estetika Dalam Seni Rupa....blog baru 2014

Gubahan Estetika Dalam Seni Rupa.



GUBAHAN ESTETIKA
Dalam seni rupa dikenal istilah “Gubahan Estetika” dalam merespon sebuah karya seni untuk memunculkan sebuah bentuk baru. Istilah ini mungkin kalau dalam seni musik dikenal dengan istilah “Aransemen”, tetapi disini penulis memakai istilah tersebut di atas. Ketika karya seni rupa yang cenderung meniru alam, yaitu melukiskan kondisi alam sesuai dengan aslinya. Pola pelukisan alam memang sudah sangat tua, setua dengan sejarah umat manusia itu sendiri. Mungkin ini dapat ditandai pada jaman Paleolitikum, di jaman itu dapat ditelusri tonggak dalam seni rupa. Di jaman itu dapat kita lihat dalam lukisan-lukisan yang ada di langit-langit gua Chauvet,Lascaux, di Prancis . Lukisan-lukisan gua tersebut menggambarkan binatang-binatang, sebagai presentasi tentang alam yang memberi kehidupan. Dari periode ke periode selanjutnya alam jadi pusat ide,ini bisa dilihat sejak era Prasejarah, Sejarah, Klasik, Renaisance, Modern sampai Kontemporer, alam masih tetap sebagai sumber inspirasi dari para seniman.
Hingga pada era modern muncul pemikiran dan pergerkan tentang konsep-konsep baru dalam seni rupa. Yaitu konsep seni yang tidak hanya mimesis terhadap alam, sehingga muncul gerakan seni rupa yang baru. Mungkin ini dapat ditandai dengan munculnya Surealisme, Dadaisme, Kubisme, dan Abstrak. Walupun tidak murni mengilangkan alam , masih tetap ada nuansa alam, hanya saja ada sedikit perubahan, penambahan,pengurangan dan kombinasi. Berikut akan dijelaskan beberpa konsep atau gubahan dalam penciptaan  karya seni yang  dalam bentuk yang berbeda.
1.       Disederhanakan (Diminimalisasi)
Dalam karya seni rupa ini dapat ditemui gubahan pada bentuk yang disederhankan. Objek dalam karya seni ini memang masih dapat terbaca atau terlihat bentuknya, walaupun tidak sempurna. Ketidaksempurnaan bentuk itu bukan berarti tidak indah atau bagus, justru dengan penyederhanaan bentuk tersebut dapat tercapai nilai artistik yang baru.  Ketika bentuk relistis itu mencapi titik puncak maka akan pengolahan-pngolahan untuk menciptakan bentuk-bentuk seni yang berbeda, untuk mencapai kebaruan dalam estetika. Karya-karya seni rupa yang bercorak minimalis dapat dilihat pada karya seni lukis yang cenderung naïf, dan pop art. Dalam karya-karya tersebut tidak ditemui realis yang benar-benar raelistik,yang timbul hanya kesan bentuk yang sederhana dan tanpa kedalaman.
Salah satu lukisan jenis Naif, yang sederhana tetapi artistik.
2.       Dirubah bentuk (Deformasi)
Ketika dalam karya yang mimesis mencapai titik puncak kreatifitas, maka timbulah ide untuk merubah bentuk tersebut tanpa mengubah subtsansi dari objek tersebut. Kecenderungan ini muncul melalaui proses yang panjang, ketika titik jenuh dalam seni rupa mengampiri maka dari itu muncul konsep baru untuk merespon seni tersebut. Kemunculan pola seperti ini mungkin dapat ditelusuri sejak periode Dadaisme dan Surealisme. Kedua aliran dalam seni rupa ini menandai era pemikiran baru dalam dunia seni. Dimana konsep seni rupa yang baru ini lebih mengekplorasi tema-tema seperti, perang, teknologi, sosial , kemanusiaan, masa depan atau bahkan psikologis (alam bawah sadar). Dalam lukisan-lukisan surealisme dapat dijumpai objek yang terdeformasi, dimana objek dalam lukisan tidak murni sesuai dengan alam, tetapi telah mengalami perubahan bentuk. Karya-karya jenis ini dapat dilihat pada karya-karya maestro surealime seperti Rene Magrite, Salvador Dali, kalau dari negeri sendiri dapat dilihat pada lukisan Ivan Sagita, Agus Kamal dan Effendi.
Burning Giraffe,karya Salvador Dali yang mengubah objek asli menjadi objek yang baru
3.       Dihancurkan (Destruksi)
Bentuk yang paling ektrem  mungkin gubahan dengan pola dihancurkan, pengertian destruksi disini lebih menekankan bentuk yang artistik dan berbeda. Destruksi merupakan puncak gubahan dalam seni rupa, dimana bentuk alam serasa sudah habis untuk diekplorasi. Tetapi disisi lain objek yang ditampilkan merupakan wujud presentasi dari alam, seperti binatang, tumbuhan, atau objek-objek yang lain. Pola penciptaan di seni rupa ini muncul kira-kira pada periode Surealisme, ekpresionisme, sampai kubisme. Bentuk seni yang lebih menekankan pada pola destruksi, dapat dijumpai pada sebagian lukisan Surealisme, dan kubisme. Tetapi yang cukup signifikan adalah pada jenis lukisan Kubisme. Ini bisa dilihat pada lukisan-lukisan Pablo Picasso, yang memecah objek lukisan tersebut hingga nyaris mendekati abstrak.
L'A Ficionado, 1912, karya Pablo Picasso yang menghancurkan objeknya menjadi suatu karya baru.
4.       Dilebih-lebihkan (Distorsi)
Gubahan estetika yang terakhir adalah pola pembentukan objek yang terdistorsi. Pola ini juga sebagai respon dari kejenuhan pada bentuk-bentuk yang realistik, yang mungkin sudah biasa dalam dunia seni rupa. Suatu ide akan terus berkembang untuk mencapai sesuatu yang baru. Begitu pula yang terjadi dalam dunia seni rupa, ide untuk menghasilkan untuk karya seni yang baru dan berbeda akan terus bergolak. Kecenderungan karya dalam bentuk yang terdistorsi dapat dilihat pada karya-karya jenis Dekoratif, Surealisme, Raw art dan Kontemporer. Objek yang terdistorsi dapat berupa bentuk objek yang dibesar-besarkan, dipanjangkan, dilebarkan dan sebagainya. Sehingga objek itu tidak lagi realistik , walaupun bentuk asli masih tetap terlihat. Karya lukisan dengan pola seperti ini banyak di jumpai pada karya-karya seniman negeri kita sendiri seperti  Hendra Gunawan, Richard Winkler, Nasirun dan Bob Sick.
Fruits Of Prosperty, karya Richard Winkler, pelukis kelahiran Swedia yang melukis objek kehidupan di Bali.
5.       Dihilangkan (Abtraksi)
Pola abstraksi dalm seni rupa merupakan puncak dalam rangkaian ide, dalam mengeksplorasi suatu objek. Dimana objek alam dirasa sudah terlalu biasa, sehingga muncullha ide untuk menciptakan sesuatu yang baru. Pola dalam seni rupa abstraksi adalah menghilangkan bentuk secara total, sehingga yang ada hanyalah tanpa objek atau wujud yang real. Dalam lukisan abstrak semua bentuk iti merupakan bentuk-bentuk yang tidak real, semua itu hanya wujud represntasi. Bentuk dalam lukisan abstrak memang tidak terbatas, tidak beraturan, tetapi ada juga yang terkonsep, tapi kesemuanya itu untuk pencapaian tingkat estetika yang baru. Periode abstrak dalam seni lukis dapat ditelusuri sejak periode Impressionisme, dan mulai muncul ketika post-impressionisme dengan tokohnya adalah Paul Cezanne. Ketika itu Paul Cezanne adalah pelukis Post-imprrssionsme, yang dalam lukisannya menggambarkan alam, lingkungan, alam benda. Tetapi progresi lukisan Paul Cezanne, yang semakin lama menuju Abstrak, ini ditandai dengan objek lukisan yang nyaris tidak dapat terbaca. Hingga pada perkembangan lebih lanjut munculah pelukis-pelukis abstrak seperti Jackson Pollock, dengan Abstrak Ekspresionisme. Untuk pelukis abstrak di Indonesia sendiri cukup banyak, mungkin pola penciptaan lukis abstrak cenderung gampang. Siapa saja bisa melukis abstrak, tetapi apakah lukisan itu artistik atau bernilai high art. Mungkin  yang benar-benar konsisten dalam lukisan abstrak mungkin ada beberapa, konsisten dalam tema dan estetika seni rupa.

Salah satu karya lukisan Paul Cezzane, Mount Sain Voctoire, yang hampir Abstrak dalam objeknya.

Lukisan Abstrak, karya pelukis Abstrak Ekpressionisme dari Amerika, Jackson Pollock.

Fungsi Seni dalam Kehidupan....blog baru 2014

Fungsi Seni dalam Kehidupan




FUNGSI SENI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
Kemunculan seni rupa atau seni pada umumnya memang sudah sangat tua, sejak mulai zaman Prasejarah seni sudah diciptakan di gua-gua, tempat pemujaan, candi, Bahkan kuburan. Keberadaan seni pada waktu itu mempunyai fungsi yang kontekstual, dimana seni rupa pada periode tersebut mempunyai kepentingan yang sesuai dengan kondisi manusianya. Menjadi jelaslah bahwa kemunculan seni, baik seni yang non fisik dan fisik mempunyai fungsi bagi manusia atau kehidupan manusia. Seni ikut berperan dalam progresi peradaban manusia di dunia, sejak zaman Prasejarah sampai Kontemporer. Berikut akan dijelaskan fungsi seni yang hadir dalam peradaban manusia didunia ini, dalam tulisan berikut akan dijelsakan fungsi seni menurut teori dari L.H. Chapman. Menurut Chapman fungsi dari seni dibagi menjadi enam bagian, yaitu fungsi pribadi,fungsi masyarakat,fungsi fisik, fungsi keagamaan, fungsi pendidikan dan fungsi ekonomi. Berukit ini akan coba saya uraikan dengan bahasa saya sendiri, dan semoga bermanfaat bagi teman-teman pembaca.
Laura. H Chapman
Fungsi seni dalam kehidupan manusia, antara lain :
1.       Fungsi Pribadi (Individual)
Pengertian fungsi seni dalam individu, adalah konsep penciptaan seni yang lebih menekankan pada proses emosional dari sang seniman. Disini peran seniman sebagai kreator dalam menciptakan sebuah karya seni, semua ide, imajinasi, pemikiran dituangkan sehingga menghasilkan sebuah karya seni. Bagi seorang seniman karya seni itu mencitrakan pemikiran dan karakter psikologis dari si penciptanya. Oleh sebab itu ketika seseorang apresiator mengamati sebuah karya seni, disitu dapat dibaca karakter dari si seniman. Bagi seniman juga akan tecapai kepuasan jiwa atau diri, ketika semua konsep pemikirannya telah tertuang dalam karya. Perlu ditekankan disini fungsi individu dari seni itu dapat tercapai dengan sempurna, jika seniman itu berkarya dengan jujur, berkarya dengan hati.
Penulis sedang membuat karya, untuk kepentingan pribadi (individual)

2.       Fungsi Masyarakat (social)
Setiap karya seni yang diciptakan seniman, pada umumnya akan disajikan kepada masyarakat atau audiens. Ketika karya seni itu hadir di dalam masyarakat, maka disitulah terjadi interaksi antara audiens dan karya seni tersebut. Distu karya seni di nikmati, diamati, diapresiasi, sehingga timbullah proses komunikasi. Dalam mengamati sebuha karya seni rupa, apresiator dapat dengan bebas menilai, mencari, dan menggali makna visual dari sebuah karya seni rupa. Fungsi seni dalam masyarakat dibagi menjadi dua bagian yaitu fungsi rekreasi dan fungsi komunikasi. Fungsi seni di masyarakat yang berhubungan dengan rekreasi atau wisata, apabila karya seni itu dikonsep atau diprogram untuk menarik wisatawan. Dalam hal ini para apresiator dapat menikmati sebuah karya seni secara langsung dan tidak lansung. Pengamatan secara langsung ini dapat kita jumpai misalkan pada pameran seni lukisan, pameran patung dan seni publik. Sedangkan apresiasi karya seni yang tidak  langsung, mempunyai pengertian apabila karya seni tersebut tidak dijadikan konsep utama. Artinya sebuah karya seni tersebut hanya sebagai pelengkap dalam suatu acara atau bangunan. Ini dapat dijumpai misalkan lukisan yang terpajang di restaurant, hotel, dan perkantoran.
Salah satu fungsi seni kepada masyarakat, dalam apresiasi karya seni.
Sedangkan fungsi seni dalam pengertian komunikasi adalah, dimana sebuah karya seni itu mempunyai pesan visual yang akan disampikan kepada masyarakat. Dalam konteks ini karya seni menjadi mediator antara sang produsen dengan audiens. Karya seni  rupa dapat dikatakan berhasil menyampaikan pesan, apabila makna dari sebuah karya tersebut dapat dicerna dan dipahami oleh audiens atau apresiator. Kecenderungan karya seni rupa yang mempunyai muatan pesan,dapat dijumpai pada karya seni Reklame. Dengan adanya karya-karya reklame seperti poster, spanduk, neonbox, banner dan pamphlet, sebagai karya seni terapan yang penggunaannya lebih kepada fungsi komunikasi. Perlu dijelaskan lebih  dalam mengenai jenis karya seni diatas, mungkin kurang mempunyai nilai artistik dan lebih mementingkan nilai yang sederhana dan sedikit kerumitan. Tetapi bukan berarti karya tersebut bukan karya seni, semua itu masuk dalam kategorisasi karya seni rupa, jika memiliki nilai estetika yang tinggi. Sebaliknya jika karya seni tersebut , tidak mempunyai nilai estetika yang tinggi, maka karya seni tersebut bisa di kategorikan sebagai jenis Low Art, Pastiche, atau Kisch.
Contoh karya lukisan  jenis Pastiche atau low art
3.       Fungsi fisik.
Pengertian fungsi seni secara fisik  ini erat hubungannya dengan seni pakai atau nilai guna. Karya seni memang dalam kehidupan sehari-hari mempunyai fungsi, sebagai sarana penunjang kehidupan. Kekurangan dari karya seni yang berorientasi pada fungsi fisik yaitu terabaikannya nila estetika dari karya tersebut. Hal ini memang sudah terkonsep dari kreator atau seniman. Pembuatan karya seni tersebut hanya menekankan pada fungsi fisik, enak dipakai, nyaman digunakan dan efesien. Sehingga terdapat kecenderungan karya seni seperti ini mempunyai nilai artistik yang rendah. Karya seni ini dapat kita jumpai di seni kerajinan, seperti kursi, mebel, keramik, perabot, asesoris dan fashion.
Bentuk seni yang berorientasi pada nilai guna
4.       Fungsi Keagamaan (Religious)
Seni rupa atau seni lainnya memang ikut andil dalam ranah agama atau religious. Kemunculan seni rupa sejak zaman pra sejarah sampai modern, secara subtansial terdapat fungsi dalam suatu kepercayaan. Karya-karya seni yang erat hubungannya dengan fungsi religious ini dapat ditelusuri mungkin sejak zaman Renaisans. Di Italia pada abad 15, abad dimana pergolakan pemikiran dan kreativitas dieksplorasi munuju pencerahan. Seniman Renaisans pada waktu itu berkarya untuk kepentingan gereja, denga dukungan dari penguasa atau bangsawan. Peran seniman pada zaman itu sangat berpengaruh dalam menciptakan karya seni yang religious sebagai penunjang peradaban Renaisans. Seniman-seniman terkenal seperti Philipo Brunelesci, Leonardo da Vinci,Michaelangelo, Andrea Mantegna,dan Rphael, melukis dan membuat patung untuk kepentingan gereja. Karya-karya mereka menghiasi gereja-gereja sebagai representasi terhadap tuhan Yesus.
The Last Supper,  salah satu lukisan dari Leonardo da Vinci,yang di lukis pada salah satu gereja
Begitu juga yang terjadi di belahan dunia timur atau dunia Arab. Di wilayah timur yang sebagian besar menganut ajaran islam, memang tidak begitu dominan memunculkan seniman, walaupun itu ada tapi mungkin tidak tereskpos. Karya seni yang bernuansa islami ini, dapat dijumpai pada masjid-msjid berupa kaligrafi Arab. Seni kaligrafi memang identik dengan dunia arab,tetapi bila dipahami lebih dalam pengertian kaligrafi adalah seni tulis menulis atau menulis indah. Oleh sebab itu kaligrafi dapat di jumpai di berbagai perdaban manusia, Bukan hanya di peradaban Islam. Tetapi mungkin dalam perkembangannya kaligrafi Islam lebih dominan, karena faktor banyaknya penganut agama tersebut.
Contoh lukisan kaligrafi Arab
5.       Fungsi Pendidikan (Education)
Fungsi seni dalam dunia pendidikan memang berperan dalam menunjang lancarnya proses belajar mengajar. Dalam konteks ini karya seni sebagai mediator penyampaian pesan dalam proses belajar. Berbagai metode dalam proses belajar mengajar dari mulai metode verbal maupun non verbal. Seni visual atau seni rupa dapat pula diterpakan dalam pendidikan. Ketika pesan verbal itu perlu sarana pendukung dalam bentuk visual, maka dapat dihadirkan dalam bentuk gambar, lukisan, ilustrasi, ataupun poster. Seni visual mungkin lebih efektif dalam penyampaian gagasan, idea tau cerita, dengan ditunjang olah verbal. Dengan demikian jelaslah seni dapat sebagai penunjang dalam dunia pendidikan.
Contoh gambar ilustrasi, sebagai sarana penunjang dalam pendidikan
6.       Fungsi Ekonomi (Economic)
Ketika seniman menciptakan sebuah karya seni, tentunya mempunyai tujuan yang akan dicapainya. Tujuan dari diciptakannya karya seni adalah pencapaian nilai artistik, hadirnya makna. Tetapi disamping itu mempunyai tujuan yang atau fungsi lain yaitu fungsi ekonomi. Dapat dikatakan “seniman juga butuh makan, butuh tempat tinggal”. Karya seni yang hadir dengan tujuan komersil, perlu dipertanyakan nilai estetikanya. Jangan sampai hanya karena tujuan komersil, nilai artistik diabaikan. Tentunya fenomena ini dapat dijumpai di kehidupan sehari-hari. Pertimbangan dari karya seni yang berorientasi  pada nilai ekomomi adalah untung rugi. Ketika seniman membuat karya dengan jenis media dan ukuran yang berbeda, tentunya nilai komersil dari sebuah karya seni itu akan berbeda.
Pelukis jalanan, yang lebih berorientasi pada nila profit
Karya-karya seni yang tujuan utamanya adalah nilai ekonomis, umumnya adalah seni terapan seperti arsitektur, reklame, kriya atau kerajinan dan grafis poster. Tetapi bukan berarti seni murni tidak komersil, seni murni seperti lukisan , patung dan grafis juga bersifat komersil. Tetapi konteks dalam seni murni memang lebih menekankan pada nilai artistiknya. Sehingga secara tidak langsung timbul nilai komersil dari karya tersebut. Dalam dunia seni rupa tidak sedikit dijumpai seniman-seniman kaya. Secara mendasar sifat seni disamping mempunyai nilai estetika juga nilai komersil. Nilai komersil dari seni murni adalah imbas atau efek yang ditimbulkan. Bahkan bila ditinjau lebih dalam nilai jual seni murni seperti lukisan, patung, kadang tidak sebanding dengan media yang di gunakan. Misalkan sebuah lukisan bisa berharga 20 juta sampai 1 milyar atau bahkan lebih. Itulah penghargaan pada sebuah nilai estetika dari karya seni rupa.

Jejak Hindu di Bumiayu

Menelusuri Jejak Hindu di Bumiayu Bumiayu merupakan kota kecamatan yang terletak di selatan Kabupaten Brebes. Bumiayu dalam perkemba...