Saturday, 10 May 2014

SENI KALIGRAFI ISLAM.....baru 2014





SENI KALIGRAFI ISLAM

Seni kaligrafi dalam dunia seni rupa menjadi bagian yang khusus yang perlu di dalami dan dipraktikan. Seni kaligrafi mungkin sudah tidak asing lagi dan kita sering melihat dan juga menyaksikan bentuk-bentuk karya seni kaligrafi Islam. Selain mempunyai karakter yang khas, untuk mendalami seni kaligrafi Islam tentunya kita harus tahu secara historis, jenisnya, dan juga alat, bahan yang biasa dipakai dalam pembuatannya. Kaligrafi Islam adalah salah satu jenis seni kaligrafi yang paling populer dilingkungan kita. Hal ini dikarenakan agama Islam mempunyai penganut yang cukup besar di seluruh dunia, baik di belahan bumi barat maupun timur tak terkecuali di Indonesia. Dan secara tidak langsung kaligrafi Islam tentunya berasal dari kebudayaan Arab, dimana bangsa Arab adalah penyebar agama Islam hingga bisa mendunia.

Asal-usul Huruf Arab.
Sebelum membahas tentang asal huruf Arab sebagai unsur utama penciptaan seni kaligrafi Islam, kita harus tahu terlebih dahulu etimologis kaligrafi. Kata kaligrafi berasal dari bahasa Yunani, dari kata kailos yang mempunyai arti indah dan graphein yang berati tulisan. Jadi kaligrafi adalah seni menulis indah, yang dapat dipraktikan dengan bermacam-macam media. Dan kaligrafi dalam bahasa Arab sendiri disebut dengan istilah Al Khat yang mempunyai arti garis, tulisan indah. Dan dilingkungan kita istilah kaligrafi yang sering kita lihat dalam bentuk tulisan Arab. Setelah mengetahui bahwa seni kaligrafi itu adalah bukan tulisan arab, kaligrafi adalah seni menulis indah dalam seni rupa. Dan kaligrafi yang populer di lingkungan kita adalah jenis kaligrafi Arab, di negara lain misalnya seperti Jepang dikenal juga kaligrafi dengan tulisan Jepangya.
Bangsa Arab adalah bangsa pengembara yang dalam kesehariannya lebih mengutamakan komunikasi verbal. Bahasa Arab merupakan jenis bahasa Semit, yaitu jenis bahasa yang lebih mengutamakan konsonan daripada vokal. Dan bahasa ibu dari bahasa Arab adalah dari bahasa Aramaic, bahasa yang digunakan oleh bangsa Syria. Oleh karena bangsa Arab dalam kehidupannya lebih megutamakan olah verbal, maka penggunaan tulisan dapat dikatakan terlambat. Orang Arab bertumpu seluas-seluasnya pada tradisi lisan untuk penyebaran berita dan komunikasinya. Penggunaan bahasa pada masa sebelum Islam sudah menjadi pegangan dan keseharian mereka dalam berkomunikasi. Tepatnya pada abad ke-6, yang merupakan zaman kesusteraan yang penuh semangat kepahlawanan bagi bangsa Arab.Puisilah barangkali yang paling akrab dihati mereka, dan satu-satunya bentuk pengungkapan sastra pada waktu itu. Akan tetapi bangsa Arab mampu sepenuhnya bertumpu pada tradisi lisan dan mampu mengabadikan sajak-sajak dalam bentuk verbal dalam memori mereka.
Penggunaan tulisan di peradaban Arab dapat dikatakan terlambat dengan peradaban-perdaban lain. Seperti pada peradaban Mesir yang telah mengenal tulisan, bangsa Arab baru mengenal tulisan setelah ada agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhamad SAW. Dan pengenalan tulisan pun tidak secara langsung setelah agama Islam tersebut mulai dianut bangsa Arab. Dapat diketahui secara historis pada awal abad-7, al-Quran disiarkan pertama kali dikalangan orang Islam tidak melalui tulisan melainkan dengan tradisi lisan. Walaupun demikian, dapat dikatakan tertinggal dalam budaya tulis menulis. Tetapi dalam waktu cukup singkat mereka menghasilkan seni kaligrafi yang amat mengagumkan perkembangannya, yaitu seni mengalihkan bentuk huruf arab ke dalam medium seni yang mencerminkan dengan baik kegeniusan bakat seni bangsa Arab yang menakjubkan.

.  Inskripsi Nabatea menunjukan asal-usul tulisan Arab. Atas tulisan pada sebuah nisan pada tahun 250 M, tulisan kedua, berasal dari makam penyair Imru al-Qays di Namarah pada tahun 328, tulisan ke tiga, dari daerah Zabad tahun 512 M. dan yang ke empat dari Harran pada tahun 568, terakhir dari inksripsi Umm al-Jima dari abad ke-6.

Sebagaimana kita tahu bahwa huruf Arab adalah dari huruf Semit menurut abjadnya. Walaupun dulu terdapat perbedaan dalam menjelaskan, keterkaitan antara huruf Arab dengan kelompok huruf Semit. Tetapi pada akhirnya para ahli sejarah menyepakati bahwa huruf Arab Utara, yang kemudian unggul dan menjadi huruf Al-Quran, banyak berhubungan dan secara langsung dengan huruf Nabatea, yang berasal dari huruf Aram. Orang Nabatea merupakan bangsa Arab setengah pengembara, menghuni suatu wilayah yang membentang antara gunung Sinai dan Arabia Utara hingga Suriah Selatan, dan mendirikan kerjaan yang berpusat di sekitar kota-kota penting hijr, Petra dan Busyra yang bertahan dari tahun 105 SM sampai dihancurkan  oleh bangsa Romawi, kira-kira pada tahun 105 M. Dan orang Nabatea tidak hanya dekat dengan suku-suku Arab yang lain, tetapi juga melangsungkan hubungan dagang dan kebudayaan. Dengan hubungan dagang tersebut maka terjadilah transformasi budaya berupa tulisan yang nantinya akan menjadi huruf Arab.
Sebagai bukti peninggalan akan keterkaitan antara huruf Nabatea dengan huruf Arab adalah ditemukannya sebuah peninggalan berupa inskripsi. Yang utama adalah inskripsi Umum al-jima, berasal dari sekitar tahun 250 M, inskripsi Namarah dari penyair terkemuka sebelum Islam Imrul al-Qays. Selanjutnya pada tahun 328 M yang mewakili tahap peralihan yang maju menuju huruf Arab, adalah inskripsi Zabad tahun 512 M dan inskripsi Harran tahun 568. Kedua inskripsi tersebut memperkuat bahwa progres dari huruf Nabatea ke huruf Arab sudah mulai terlihat, dalam artian mendekati bentuk-bentuk huruf Arab secara nyata.
Menurut sumber-sumber Arab, berbagai bentuk yang berbeda ini menciptakan apa yang disebut dengan huruf Arab Utara, yang pertama kali dikembangkan di Arab Timur Daya dan tumbuh pada abad ke 5 dikalangan suku-suku Arab yang mendiami Hirah dan Anbar. Dari daerah tersebut tulisan Arab kemudian tersebar ke Hejaz di Arabia Barat, di Mekkah Sendiri tulisan ini dikenalkan oleh Bishri bin Abdul Malik dibantu oleh Harb bin Ummayah. Namun dalam perkembangannya, Harb bin Ummayah yang berjasa mempopulerkan penggunaanya di kalangan bangsawan Quraisy, suku nabi Muhammad. Diantara mereka yang belajar menulis dari Bishri dan Harb, dan menjadi penulis ahli adalah Ummar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah bin Abdullah , Abu Ubadyah bin al-Jarrah dan Muawiyah bin Abi Sufyan, yang semuanya ditakdirkan memainkan peran utama dalam perkembangan Islam awal.

Perkembangan Awal Kaligrafi Islam.
Perkembangan awal kaligrafi Islam sejalan dengan diturunkannya wahyu kepada nabi Muhamad. Keterangan paling awal mengenai huruf Arab dikenal dengan nama Jazm. Ciri huruf Jazm yang kaku dan bersiku-siku dan perimbangan huruf yang sejajar tidak diragukan lagi dipengaruhi oleh perkembangan huruf Kufi. Tulisan Jazm terus berkembang dan perlahan-lahan tumbuh sebagai tulisan bangsa Arab, sampai dengan lahirnya agama Islam, memperoleh kedudukan sebagai tulisan suci yang khusus dipilih Tuhan untk menyampaikan wahyu-Nya kepada umat. Menurut ajaran Islam, Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhamad dalam bahasa Arab, melalui peranatara malaikat Jibril di gua hira. Dan nabi Muhamad menyampaikan wahyu tersebut kepada seluruh umat hingga beliau wafat pada tahun 632 M.
Setelah nabi Muhamad wafat, wahyu tidak turun lagi dan penyebaran kepada orang mukmin dijalani oleh para Huffaz (orang yang hafal Al-Quran dan dapat membaca dalam hati). Pada tahun 633 sejumlah Huffaz terbunuh dalam peperangan yang timbul setelah wafatnya nabi. Dengan tebunuhnya para Huffaz, kemudian Umar bin Khatab mendesak Khalifah pertama Abu Bakar supaya mengerjakan penulisan Al-Quran. Juru tulis Nabi, Zayd bin Thabit diperintahkan menyusun dan mengumpulkan wahyu ke dalam sebuah kitab, yang kemudian ditetapkan oleh Khalifah ketiga, Usman, pada tahun  651. Penyusunan yang disucikan ini kemudian disalin ke dalam empat atau lima edisi yang serupa dikirim ke wilayah-wilayah penting Islam. Dari situlah kemudian salinan Al-Quran dibuat, mula-mula di Mekkah dan Madinah, yang merupakan ragam tulisan Jazm.
Perkembangan awal tulisan kaligrafi masing-masing ditandai dengan nama tempat dimana tulisan itu dikembangkan, seperti Anbari dari Anbar, Makki dari Mekkah. Tetapi perbedaan nama tersebut tidak menhembangkan ragam yang berbeda. Dalam perkembangan selanjutnya membuktikan , bahwa tulisan kaligrafi yang berkembang di Madinah hanya ada tiga gaya yang hidup dan praktikan. Yaitu gaya Mudawwar (bundar),Muthallath (segi tiga) dan Ti’m (kembar, yaitu tersusun dari segi tiga dan bundar). Jenis-jenis tulisan awal ini kemudian melahirkan jenis gaya-gaya baru yang penting, seperti Ma’il (miring), Masq (membesar), Naskh (ukiran). Selanjutnya gaya-gaya tersebut masih selalu dipakai setelah memperoleh perbaikan yang menyakinkan, sedangkan gaya ma’il mandeg digantikan oleh tulisan Kufi yang monumental dan kuno.

Gaya-Gaya Tulisan Kaligrafi Islam.
Gaya tulisan kaligrafi islam dari masa ke masa terus berkembang, hingga mengalami perkembangan yang cukup variatif. Perkembangan tulisan kaligrafi mengalami perubahan dalam pola, bentuk, garis, tebal tipis, dll. Dan kaligrafi semakin mendapat tempat dimasyrakat, dalam artian tulisan tersebut tidak hanya diaplikasikan di kitab atau buku. Tulisan kaligrafi Islam telah merambah tempat ibadah, bangunan, tiang-tiang, perabot seperti keramik, juga karpet. Tulisan kaligrafi sudah sangat memasyarakat dan mempunyai jenis atau gaya yang cukup banyak. Gaya-gaya tulisan kaligrafi Islam antara lain :

1.      Gaya Mashq.
Tulisan Mashq mula pertama berkembang di Mekkah pada abad pertama lahirnya Islam (abad ke-7 M), ketika pada waktu itu di kota Kufa berkembang pula jenis tulisan Kufi. Ciri dari tulisan Mashq adalah bentuk hurufnya yang vertikal rendah dan goresan horisontalnya melebar/memanjang. Lebarnya rentangan horisontal bermacam-macam antara garis yang satu dengan yang lain, juga antar kata-katanya, dengan maksud untuk mencapai keseimbangan kumpulan tulisan yang terpisah-pisah di halaman buku. Lebarnya rentangan horisontal tergantung pada pertimbangan selera pribadi penulis. Lebih jauh garis-garis/goresan yang melebar diikuti juga dengan garis yang kecil, dan lain-lain. Dalam kenyataannya, aturan tulisan Mashq berkembang sedemikian kompleks sehingga menuntut penjelasan yang sangat terperinci. Dalam perkambangan selanjutnya aturan-aturan rumit yang berlaku pada awal tulisan Mashq perlahan-lahan mulai disederhanakan sampai lahirnya tulisan Mashq yang mapan, menyerupai tulisan Kufi.
                           
2.      Gaya Kufi.
Tulisan Kufi adalah jenis gaya kaligrafi yang tumbuh dan berkembang di kota Kufah, jenis tulisan ini mengembangkan dari gaya tulisan terdahulu yang tumbuh di Hirah, Mekkah dan Madinah. Gaya Kufi mencapai kesempurnaan pada paruh abad kedua abad ke-8, memperoleh keunggulan yang bertahan lebih dari tiga ratus tahun. Ciri dari tulisan Kufi adalah bentangan garis vertikalnya yang rendah, garis horisontalnya memanjang, dan disengaja ditulis pada bidang persegi panjang, dan lebar bidang melebihi ukuran tingginya. Namun pada permulaan abad ke-9 tulisan Kufi menjadi tulisan yang banyak mengandung hiasan, dengan rancangan dekoratif yang cerah, banyak diantaranya untuk penggunaan khusus. Dan jenis Kufi yang terdapat banyak hiasan disebut dengan Kufi Ornamental.

Pada jenis Kufi ornamental tidak tunduk pada aturan yang kaku, namum benar-benar memberikan keleluasaan pada seniman dalam menuangkan  gagasan ide dan bentuk hiasannya. Perkembangan pola bentuk hias yang lebih kompleks dan berlangsung hingga akhir  abad ke-12, sesdudah itu tulisan tersebut kehilangan fungsi utamanya, yaitu untuk pengungkapan pikiran atau menyampaikan kenyataan, berubah menjadi dekoratif semata. Sedangkan gaya-gaya yang paling penting antara lain pola daun, tumbuhan, lipatan, kencingan, silangan, jalinan dan bianatang, yang huruf-hurufnya mengambil pola bentuk kepala atau sosok manusia atau berujud bianatang. Dan pada perkembangan selanjutnya tulisan kufi mengalami perkembangan yang lebih ekstrim, dengan pola-pola geometris yang rumit dan ruwet, dan nyaris tidak dapat dibaca oleh orang awam.

3.      Gaya Kufi Timur.
Tulisan Kufi timur , adalah salah satu gaya tulisan kaligrafi yang  pertama kali dikembangkan oleh orang Persia pada akhir abad ke-10. Tulisan Kufi Timur memiliki perbedaan dengan tulisan Kufi, dimana tulisan Kufi Timur memiliki ciri yang khas pada pola garisnya yang tidak kaku. Ciri yang paling menyolok dari jenis tulisan Kufi Timur ini antara lain goresan garis keatasnya cukup panjang dan sangat vertikal sedangkan  goresan pendeknya condong atau bengkok ke kiri, sehingga memberikan gerak ke depan yang dinamis. Pengaruh garis yang bengkok dan fleksibel ini dipengaruhi oleh tulisan Kursif (gaya klasik,lengkung dan bulat), dan memberikan kesan yang lebih jelas serta lebih halus. Tulisan Kufi Timur berkemabang menjadi gaya-gaya yang benar-benar anggun, yang terus digunakan sampai masa belakangan ini sering dipakai sebagai tulisan hias untuk judul-judul dalam Al-Quran.

4.      Gaya Thuluth.
Gaya tulisan Thuluth pertama kali dirumuskan pada abad ke-7 pada masa kekalifahan Ummayyah, namum tidak berkembang sampai abad ke-9. Ciri dari tulisan ini adalah seimbangnya antara garis lurus dan lengkung pada huruf-hurufnya. Garis vertikal dan horisontal pada hurufnya seimbang, tidak ada yang panjang dan pendek, hampir semunya seimbang begitu juga dengan garis lengkungnya. Gaya tulisan Thuluth biasanya dipergunakan untuk kepala karangan, dan judul buku, dan tulisan Thuluth jarang dipakai untuk penulisan pada Al-Quran.

5.      Gaya Naskhi.
Gaya Naskhi salah satu jenis tulisan klasik paling awal, namun baru memperoleh  popularitas setelah dirancang kembali oleh Ibnu Muqlah pada abad ke-10. Tulisan Naskhi mempunyai ciri yang sederhana, hampir dalam setiap tulisan Naskhi ditulis dengan tangkai pena horisontal pendek, dan lengkung vertikal di atas dan dibawah garis tengah hampir sama. Lekukannya penuh dan dalam, garis ke atasnya lurus dan vertikal, antara kata pada umumnya memiliki jarak yang memadai/seimbang. Pada dasarnya tulisan ini dahulu dipakai untuk surat-menyurat biasa, khususnya pada permukaan papirus. Daya tarik utamanya adalah karena bentuk geometris yang mudah dalam menuliskannya, tanpa susunan yang berbelit. Maka dari itu tulisan Naskhi menempati tempat yang sempurna dalam penulisan Al-Quran. Sejak ada tulisan Naskhi, Al-Quran banyak ditulis dengan tulisan jenis ini, hal ini dikarenakan menarik bagi orang awam dan mudah dipahami dan dibaca.
6.      Gaya Muhaqqaq.
Tulisan Muhaqqaq, yang berarti “hasil Ketelitian” dibakukan oleh  Ibn Muqlah dan mencapai kesempurnaan di tangan Ibn Al-Bawwab dan Yaqut. Seperti tulisan Naski tulisan Muhaqqaq menjadi tulisan  yang sangant populer untuk menyalin Al-Quran. Ciri tulisan ini adalah lengkungannya yang dangkal dan lekuk garis tengahnya melebar secara horisontal, dan sambungan yang cukup renggang antar kata serta goresan vertikalnya yang lebar sebagai sifat tegas. Hal ini membuat tulisan bertahan selama lebih dari empat abad, menjadi tulisan yang digemari untuk penulisan dibanyak Al-Quran di negeri-negeri Islam Timur.

7.      Gaya Rayhani.
Gaya tulisan Rayhani pertama kali dikembangkan  pada abad ke-9, dan memiliki ciri-ciri yang serupa dengan tulisan Naskhi, Thuluth, dan Muhaqqaq. Ciri dari tulisan ini adalah goresan dan lekukan hurufnya berakhir dengan ujung yang tajam,  dan goresan lekukan hurufnya tidak terlalu masuk ke dalam, ciri lain tulisan Rayhani adalah bahwa goresan-goresan vertikalnya lurus dan lebar. Tulisan Rayhani mengembangkan pertalian yang erat dengan tulisan Muhaqqaq, yang membuatnya dipandang sebagai tulisan bersaudara. Tulisan Rayhani biasanya dalam penulisannya menggunakan pena yang ujungnya dipotong separuh, hal ini yang membuat kesamaan dengan tulisan muhaqqaq. Walaupun beberapa sumber mengganggap penciptaannya oleh Ibn Al-Bawwab, sebenarnya yang menciptakan adalah Ali Ibn Ubaydah Al-Rayhani, sebagai tempat ia memperoleh namanya. Jadi tullisan tersebut mengambil nama dari sang penciptanya.

8.      Gaya Tawqi .
Tulisan Tawqi yang berarti tanda tangan, yang juga dikenal dengan  nama Tawaqi, dicipta pada masa khalifah Ma’mun. Tulisan Tawqi memiliki hubungan erat dengan tulisan Thuluth, walaupun huruf-hurufnya lebih bulat. Dan gaya tulisan ini memiliki banyak persamaan dengan tulisan Riqa. Walaupun demikian ciri yang membedakan adalah garis dalam tulisan Tawqi lebih tebal dari gaya Riqa, lengkungannya bulat, yang memberi kesan tulisan lebih padat. Dan penggunaan tulisan Tawqi pada waktu itu untuk menulis peristiwa penting, dan juga untuk menulis nama dan gelar. Sejak akhir abad ke-15, ragam tulisan Tawqi yang lebih berbobot dikembangkan di Turki.

9.      Gaya Riqa.
Gaya tulisan Riqa atau disebut juga Ru’qah yang artinya lembaran kecil. Ciri dari gaya Riqa adalah bentuk-bentuk geometis hurufnya, khususnya lekukan akhir, menyerupai tulisan Thuluth dalam banyak hal, tetapi lebih kecil dan lengkungannya lebih bulat. Huruf Alif nya tidak pernah ditulis dengan ujung tajam. Ciri lainnya adalah bahwa pusat lekukan hurufnya selalu ke dalam, garis horisontalnya sangat pendek dan sambungannya tersusun padat, dengan huruf akhir dan kata pendahuluan terhubungkan dengan huruf pertama dari kata berikutnya. Tulisan ini terutama digunakan untuk surat-menyurat pribadi dan buku-buku masalah keduniawian yang tidak begitu penting, yang kesemuanya ditulis pada kertas ukuran sedang. Tulisan ini terus disederhanakan oleh para ahli kaligrafi sampai benar-benar menjadi tulisan yang paling populer dan luas dipakai. Dewasa ini tulisan Riqa banyak dipakai sebagai tulisan tangan yang disukai di seluruh negeri Arab.

10.  Gaya Maghribi.
Gaya tulisan Maghribi pada intinya adalah untuk membedakan tempat dimana tumbuhnya tulisan tersebut, yaitu wilayah Islam Barat (Maghribi). Pembagian wilayah yang terdiri dari dua wilayah ini, sebagai bentuk penyederhanaan dunia Islam yang kompleks dan majemuk, dan kaum muslimin biasa menyebutnya sebagi Dar al-Islam. Sifat kemajemukan ini melahirkan  kecenderungan seni yang berbeda, sekaligus penuh dengan makna dan kesatuan agama dan gabungan tertentu menjadi suatu khazanah budaya yang kaya dan umum. Dar al-Islam pada umumnya dibagi dua satu di wilayah timur disebut sebagai Al-Mashriq dan satu lagi di Barat dikenal sebagai Al-Maghribi.
Dan jenis tulisan yang berkembang di Maghribi adalah jenis tulisan Kufi, yang telah mengalami adaptasi dari kebudayaan tersebut. Perkembangan tulisan Kufi Maghribi mengambil tempat di Kairouan, sekarang Tunisia, sebuah kota yang yang pertama kali di bangun oleh orang Arab pada tahun 670. Kemudian gaya Maghribi menyebar ke seluruh Afrika Barat Daya dan Spayol Islam. Ciri tulisan Maghribi adalah mengalir dengan leluasa dan lengkungannya terbuka dan kembangannya(garis lengkung pada jenis huruf tertentu) melebar dan menjuntai ke bawah dan garis bawahnya menyentuh kata(huruf di dekatnya). Garis vertikal dan cuatan kebawahnya melengkung ke kiri. Hal ini membuat tulisan Maghribi terlihat kwalitas kejelasannya dan kelembutannya.

  Alat dan Media dalam Seni Kaligrafi.
Pada dasarnya semua alat dan media yang biasa digunakan dalam seni rupa dapat dipakai untuk membuat seni kaligrafi Islam. Dunia seni kaligrafi modern atau kontemporer dapat menggunakan media apa saja untuk penciptaan karya seni kaligrafi, baik itu media kering atau media basah atau ataupun media yang tidak konvensional. Tetapi warisan kaligrafi klasik hanya menggunakan alat dan media yang dirasa sesuai dengan kondisi pada waktu itu. Alat dan media yang lazim digunakan oleh ahli kaligrafi antara lain :
1.      Pena.
Para ahli kaligrafi klasik lebih mengutamakan penggunaan pena daripada kuas. Hal ini dirasa karena goresan pena yang dapat langsung membentuk garis tebal tipis langsung pada bidang gambar. Pena yang lazim digunakan adalah dari jenis pena perak yang sudah diruncingkan ujungnya supaya dapat menciptakan garis tebal tipis. Sedang untuk pena tradisional, biasanya ahli kaligrafi menggunakan pena dari bambu yang dapat diruncingkan ujungnya sesuai dengan selera. Pena bambu(Qalam) dapat diserut atau diruncingkan ujungnya, kemudian di potong sebagian ujungnya untuk dapat menghasilkan garis yang tebal tipis.
2.      Pisau pemotong pena.
Pisau ini digunakan untuk meruncingkan dan memotong pena, dan tentunya digunakan untuk memotong pena dari bambu. Pada masa sekarang pisau tersebut dapat berupa pisau cutter.
3.      Gunting.
Gunting merupakan alat bantu dalam merapihkan bahan yang digunakan untuk menulis pada waktu itu. Dimana tulisan kaligrafi klasik biasanya menggunakan bahan landasan berupa kulit, papirus dan kertas yang belum dirapihkan. Sebagaimana kita tahu bahwa kertas pertama kali ditemukan di negri China pada tahun 105 M. Dan gunting diperlukan untuk kebutuhan yang lebih personal dari si seniman kaligrafi.
4.      Sikat.
Sikat dalam hal ini diperlukan untuk membersihkan permukaan bahan landasan untuk menggambar dan membersihkan bidang gambar setelah proses penulisan. Dapat juga dipakai untuk teknik yang lebih personal dari si seniman kaligrafi.
5.      Tinta.
Tinta merupakan media utama yang dipakai oleh para ahli kaligrafi klasik. Media yang cukup tua dan mudah dalam pembuatannya pada waktu itu. Tinta menjadi media yang diutamakan kareana sifat fleksibilitasnya dan daya rekatnya yang kuat, serta dapat bertahan untuk jangka waktu yang lama. Memang penggunaan pena harus menggunakan media tinta sebagai pasangannya.
6.      Botol tinta.
Botol ini berfungsi untuk menampung tinta yang akan digunakan dalam penulisan kaligrafi. Selain botol ada juga sejenis mangkuk yang digunakan untuk mencampur tinta dengan media lain. Biasanya mangkuk ini terbuat dari bahan perunggu atau perak.
7.      Peti tempat pena.
Peti ini digunakan untuk menaruh pena dan peralatan lainnya dalam satu tempat. Peti ini biasanya berbentuk persegi panjang, dan terbuat dari perak atau perunggu . Tempat pena tradisional ini biasanya diberi ukiran sebagai hiasan.[]



Keindahan Dalam Seni...2014




Keindahan Dalam Seni
Seni pada umumnya memang memilki keindahan, dan memang karya seni harus memilki nilai keindahan untuk membedakan dengan benda yang lain. Benda lain disini, adalah benda atau barang ciptaan manusia yang mempunyai orientasi nilai guna bukan artistiknya. Maka dari itu penciptaan sebuah karya seni memang membutuhkan ketrampilan khusus dan di dukung dengan teknik dan imajinasi. Karya seni tentunya berbeda dengan benda-benda keseharian yang digunakan oleh manusia untuk kepentingan hidup. Walaupun seni juga menunjang dalam kehidupan manusia. Dalam bahasan berikut akan dibahas tentang nilai keindahan dalam sebuah karya seni, dan bagaimana sebarnya substansi keindahan tersebut.
Secara historis ilmu tentang kajian keindahan dikenal dengan istilah estetika. Makna harfiah dari “estetika” adalah “teori tentang ilmu penginderaan”. Kata estetika secara etimologis berasal dari bahasa Yunani yaitu αισθητική, dibaca aisthetike, yang mengandung arti ilmu tentang hal yang dapat dirasakan dengan perasaan. Tetapi dalam perkembangannya kata estetika diberi pengertian yang dapat diterima secara lebih luas ialah “teori tentang keindahan dan seni”. Dahulu estetika dianggap sebagai suatu cabang filsafat, sehingga memiliki arti sebagai sinonim dari “filsafat seni”. Tetapi dalam perkembangannya sejak akhir abad 19, dimana pada waktu itu berkembang gejala atau faham yang lebih menekankan pada sifat-sifat empirisme. Hingga pada abad tersebut munculah filsuf yang pertama mengenalkan estetika sebagai salah satu disiplin ilmu, yaitu Alexander Gottlieb Baumgarten (1735). Baumgarten mengkhususkan penggunaan estetika untuk teori tentang keindahan artistik, karena ia berpendapat seni sebagai pengetahuan perseptif. Oleh karena itu Baumgarten menganggap bahwa estetika adalah sebagai “ilmu pengetahuan tentang seni”.
Nilai suatu keindahan dapat dirasakan oleh setiap manusia, karena nilai indah itu bersifat universal. Setiap manusia mempunyai potensi untuk “merasakan” keindahan, bahkan terhadap keindahan yang sama sekalipun. Berikut ini akan di jelaskan beberapa pendapat tentang substansi dari nilai keindahan. Bagaimana keindahan itu timbul dan dapat dirasakan oleh manusia, Berikut beberapa pendapat mengenai substansi keindahan dalam kajian estetika.
1.      Objektif Rasionalis.
Nilai indah itu ada karena memang objek itu sendiri memang indah. Keindahan itu timbul karena pengaturan yang rapi dan teratur, komposisi yang serasi antara pendek dan tinggi, atau mungkin pengaturan warna-warna, komposisi bentuk pada suatu objek dan pengaturan yang lainnya. Pertimbangan seperti ini menunjukan bahwa substansi indah itu ada pada diri objek itu sendiri, yang sekaligus tangkapan rasio. Dan keindahan ini hanya dirasakan oleh manusia yang mempunyai akal sehat dalam artian yang mempunyai kewarasan.

2.      Subjektif Psikologis.
Teori ini berpendapat bahwa nilai indah itu sebenarnya adalah ungkapan perasaan. Apa yang dilihat hanyalah sebagai penyulut dari pengungkapan perasaan itu. Maka hakikat nilai indah bukanlah pada objek, tetapi pada subjek yang perasaannya terungkap. Hanya orang-orang  yang memilki kehalusan perasaan, yang mempunyai kepekaan terhadap nilai indah.

3.      Subjektif Empiris.
Menyatakan bahwa nilai indah itu merupakan kenikmatan yang diobjektivikasikan. Maksudnya adalah terbuktinya rasa nikmat itu dalam pengalaman. Bagi pendapat ini, kenikmatan yang sebenarnya adalah kenikmatan keindahan yang teralami dalam kehidupan bukan hanya angan-angan.

4.      Subjektif Experience.
Pendapat ini menyatakan bahwa nilai indah itu adalah nilai suatu keberhasilan dari suatu proses pengalaman yang panjang. Maka nilai indah itu tidaklah bersifat tiba-tiba, tetapi ada proses pengalaman sampai akhirnya keberhasilan itu dapat dicapai.

5.      Objektif Metafisik.
Bahwa nilai indah itu terkait dengan pertimbangan-pertimbangan metafisik atau teologis-religius. Atau ada yang mengatakan sebagai estetika spritualis, yang mengajak pada pengakuan akan kebesaran Ilahi.

Itulah beberapa teori yang mencoba mendifinisikan apa sebenarnya nilai keindahan, dan bagaimana keindahan itu muncul. Dan dalam perkembangan pemikiran generasi selanjutnya, tidak menutup kemungkinan muncul pendapat yang baru mengenai keindahan. Tetapi dari beberapa pendapat atau teori di atas, menujukan bahwa betapa keindahan itu merupakan persoalan yang menarik dan tidak sederhana.
Bahasan di atas masih dalam konteks keindahan secara umum, dalam artian keindahan itu ada dalam diri manusia dan di alam semesta. Keindahan belum merambah ke dalam bentuk karya seni, dalam persoalan estetika nilai keindahan terus di teliti dan di gali. Para pemikir dan filsuf terus menggali dan mencoba berpendapat tentang keindahan. Berikut akan dikutip salah satu pemikir, yang berteori tentang nilai keindahan dalam karya seni.
Berikut akan dikutip dari pemikiran Witt H. Parker, dalam sebuah bukunya The Analisys of Art, yang memeras ciri-ciri umum dari bentuk estetik menjadi 6 asas, antara lain :
1.      The Principle of Organic Unity ( Asas kesatuan organis)
Asas ini berarti setiap unsur dalam karya seni adalah perlu bagi nilai karya itu sendiri. Nilai suatu karya sebagai keseluruhan tergantung pada hubungan timbal balik dari unsur-unsurnya yakni setiap unsur memerlukan, menanggapi dan menuntut setiap unsur lainnya. Pada masa lampau asas ini disebut  kesatuan dalam keanekaan (unity in variety). Ini  merupakan  asas induk yang membawakan asas-asas lainnya.

2.      The Principle of Theme (Asas tema).
Dalam setiap karya seni terdapat satu (atau beberapa) ide induk atau peranan yang unggul berupa apa saja (bentuk, warna, pola, irama, tokoh atau makna) yang menjadi titik pemusatan dari nilai keseluruhan karya itu. ini merupakan  kunci bagi penghargaan dan pemahaman orang terhadap karya seni itu.

3.      The Principle of Thematic Variation (Asas variasi menurut tema).
Tema dari sesuatu karya seni harus disempurnakan dan diperbagus dengan terus-menerus mengumandangkannnya. Agar tidak menimbulkan kebosanan, pengungkapan tema harus tetap sama itu perlu dilakukan dalam berbagai variasi.

4.      The Principle of Balance (Asas keseimabangan).
Keseimbangan adalah kesamaan dari unsur-unsur yang berlawanan atau bertentangan. Dalam karya seni, walau unsur-unsurnya tampak bertentangan, tetapi sesungguhnya saling memerlukan karena bersama-sama mereka menciptakan suatu keutuhan. Unsur-unsur yang saling berlawanan itu tidak perlu hal yang sama, karena ini lalu menjadi kesatuan. Dengan kesamaan dari nilai-nilai yang saling bertentangan terdapatlah keseimbangan secara estetis.

5.      The Principle of Evoluiton (Asas Perkembangan).
Dengan asas ini dimaksudkan oleh Parker kesatuan dari proses yang bagian-bagian awalnya menentukan bagian-bagian selanjutnya bersama-sama menciptakan suatu makna yang menyeluruh. Jadi, misalnya dalam sebuah cerita hendaknya terdapat hubungan sebab akibat atau rantai tali temali yang perlu, yang ciri pokoknya berupa pertumbuhan atau perhimpunan dari makna keseluruhan.

6.      The Principle of Hierarchy (Asas Tata Jenjang).
Kalau asas-asas variasi menurut tema, keseimbangan dan perkembangan mendukung asas utama kesatuan organis, maka asas yang terakhir ini merupakan penyusunan khusus dari unsur-unsur dalam asas-asas termaksud. Dalam karya seni yang rumit, terkadang terdapat satu unsur yang memegang kedudukan yang penting. Unsur ini mendukung secara tegas tema yang bersangkutan dan mempunyai kepentingan yang jauh lebih besar ketimbang unsur lainnya.

Demikian 6 (enam) unsur yang menurut Witt H. Parker yang diharapkan menjadi unsur-unsur yang dapat dijadikan suatu logika tentang bentuk estetik. Memang sebuah karya seni harus mempertimbangkan aspek-aspek di atas, sebagai pendukung terciptanya sebuah karya seni yang baik dan sempurna. Dan karya seni yang mengandung unsur-unsur estetika di atas, maka akan mempunyai karakteristik tersendiri dan tentu saja karya seni tersebut indah. Dan lebih jauh James Yoyce dalam bukunya A Potrait of The Artist as a Young Man, mendefinisikan bahwa karya seni pada intinya mempunyai tiga karakteristik dalam wujudnya, yaitu :
1.      Integritas.
2.      Harmoni.
3.      Individuasi.

 Integritas adalah ketunggalan atau kesatuan yang padu dari semua unsur dan bagian-bagiannya, yang masing-masing berfungsi membangun wujudnya. Jadi integritas bukan sekedar kumpulan dari bagian-bagian tanpa hubungan fungsional dalam mewujudkan bentuknya.
Harmoni atau keselarasan adalah  proporsi dan hubungan atau pertalian yang tepat dari bagian-bagian. Sebab dalam karya sebuah karya seni memang ada berbagai macam unsur yang saling mengisi, maka dari itu harus keberaturan.  Karena adanya sifat-sifat yang saling bertenatangan namun harus dapat dicapai suatu keseimbangan dan kestabilan yang dinamis bagi penghayatnya.
              individuasi adalah suatu keunikan tertentu, yang berarti bahwa keindahan cipta seni dan budaya tak dapat dipertukarkan dengan keindahan ciptaan lain. Maksudnya adalah setiap hasil karya seni dan budaya memang mempunyai kesamaan secara universal, tetapi kausal atau muasal bentuk kejadiannya adalah spesifik dan juga unik. Jadi setiap karya seni yang lahir didasari dengan latar belakang yang berbeda, sehingga ketika karya seni itu lebih spesifik dan mempunyai ciri yang khas.
Dari semua bahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keindahan sebagai pengertian yang relatif, relatif berdasarkan subjeknya atau yang melihatnya. Oleh karena keindahan itu relatif, maka sebaiknya meninjau seni tanpa sangkut pautnya dengan keindahan. Karena keindahan itu tidak hanya pada karya seni, keindahan ada pada alam semesta, pada ucapan, moral, dan perbuatan. Hanya saja sifat relatif dalam menyerap dan merasakan nilai keindahan berbeda-beda, hal ini dikarenkan tidak semua manusia mempunyai kadar persepsi yang sama. Kiranya hal ini berhubungan dengan cita rasa yang sebagian besar mungkin merupakan  hasil dari konvensi atas lingkungan kita masing-masing daripada hasil persepsi yang aktual. Mungkin banyak perbedaan dalam meresapi sebuah keindahan, karena memang manusia mempunyai kapasitas yang berbeda. Dan dalam hubungan nya dengan keindahan, perlu ditekankan bahwa Allah itu Maha Indah, dan mencintai Keindahan.[]


Jejak Hindu di Bumiayu

Menelusuri Jejak Hindu di Bumiayu Bumiayu merupakan kota kecamatan yang terletak di selatan Kabupaten Brebes. Bumiayu dalam perkemba...