Sebuah Karya Seni Masih dihargai Sebatas...
Sebuah Karya Seni Masih Dihargai Sebatas.....
Bertolak dari sebuah kota kecil yang tidak begitu
cantik, bahkan dapat dikatakan kotor dan terkesan kumuh. Sebuah nama kota yang
yang tidak sesuai dengan namanya, yaitu Bumiayu. Mungkin kalau secara keseluruhan,
dalam artia kondisi alam di wilayah Bumiayu memang cukup ayu dan indah. Tetapi
apabila kita perhatikan kondisi di jalan-jalan kota Bumiayu terkesan kotor dan
semrawut, mudah-mudahan tidak berimabas ke penduduknya menjadi semrawut. Saya
disini tidak akan membahas tantang kesemrawutan kota kita tercinta, kota
kelahiran kita, kota kita semua yang katanya ayu. Biarlah itu menjadi tanggung
jawab pihak yang berwenang, saya hanya bisa mengungkapkan dengan kata-kata. Dan
saya percaya kekuatan kata-kata dapat membuat perubahan pada yang membacanya.
Namun dari kesemuanya itu akan menimbulkan cerita yang beragam yang di alami
oleh saya selaku penggiat seni di Bumiayu. Dengan situasi dan kondisi kota
Bumiayu yang terbatas dan apa adanya, menimbulkan berbagai cerita yang menarik
dalam perhelatan seni rupa yang saya alami bersama teman-teman komunitas di
BumiArtyou Creativity.
Selama saya menjalani kehidupan seni di Bumiayu memang
dirasa cukup berat dan sulit. Masa depan dunia kesenian di kota tersebut seolah
tertutup debu yang sangat tebal dan sulit untuk ditembus. Dalam artia kondisi
sosial ekonomi masyrakatnya memang masih dapat dikatakan jauh dari realitas
seni. Dari pengalaman-pengalaman saya pameran bersama dengan teman-teman
komunitas seni rupa Bumiayu, respon masyarakat memang cukup antusias. Setelah
dunia seni rupa Bumiayu dapat dikatakan mati suri, setelah vakum dalam waktu ± tujuh tahunan. Dalam periode 90-an akhir memang masih
aktif beberapa senior saya yang sering menggelar kreasinya dijalan, menjadi seniman
jalanan di komplek Telkom Bumiayu. Seniman tersebut antara lain Haris “Agep”
Zulfikar, Maryanto, dan Hanif, yang tiap harinya menggelar karya kreasinya di
tempat tersebut. Tetapi saya kurang tahu juga apakah mereka hanya mangkal saja,
atau membuat kegiatan pameran atau kegiatan lainnya, mungkin ada tetapi saya
kurang begitu tahu. Seingat saya, pameran yang diadakan kelompok Agep cs,
sering dilaksanakan di pendopo Kawedanan Bumiayu.
Ketika mulai masuk periode 2000-an kelompok tersebut
mulai surut dalam perhelatan seni rupa di Bumiayu, mungkin dikarenakan
kesibukan dari masing-masing anggotanya. Dengan adanya kelompok-kelompok seni
rupa yang ada tersebut harusnya menjadi pembelajaran penting bagi masyarakat
Bumiayu, minimal dapat mencintai dan menghargai sebuah karya seni. Dari
pengalaman saya dan teman-teman dalam memamerkan karya kepada publik Bumiayu
cukup mendapat sambutan yang cukup beragam sampai ke titik yang tidak enak di
dengar. Pameran saya dengan temen-temen yang pertama dengan mengangkat tema
“Freedom Expression on the Road”. Pameran kelompok kami menjadi stimulus dalam
membangkitkan kembali pelaku seni di Bumiayu serta menjaring manusia seni baru.
Walaupun pameran yang dapat dikatakan jauh dari layak dalam memamerkan sebuah
karya seni.
Dengan semangat yang masih baru kami dapat memamerkan
karya kami di trotoar di depan kantor Pegadain Bumiayu. Pameran yang berlangsung
sekitar empat hari, cukup mendapat sambutan yang cukup antusias dari
masyarakat, walaupun dengan kemasan yang apa adanya. Pameran kelompok kami
berlangsung pada bulan agustus tahun 2006, dengan dana yang serba minim tetapi
dengan semangat yang lebih. Selanjutnya tahun 2007 kelompok kami menggelar
pameran yang kedua kalinya ditempat yang sama, di depan kantor Pegadaian Bumiayu.
Pameran kedua kami dengan mengangkat tema “BumiArtyou”, dalam pameran kedua ini
masyarakat Bumiayu lebih antusias lagi dalam mengapresiasi sebuah karya seni.
Tujuan dari diadakan pameran di trotoar adalah supaya masyarakat dapat langsung
melihat tanpa harus datang ke gedung pameran(disamping memang belum ada gedung
pameran). Dan tujuan lainnya adalah menjaring semua kalangan masyarakat dapat
mengapresiasi langsung karya seniman-seniman Bumiayu.
Dari pengalaman mengadakan pemeran di troatoar tersebut, saya mulai dapat menilai
sebatas mana masyarakat Bumiayu dalam mengapresiasi sebuah karya seni,
khususnya seni rupa. Berikut saya akan berbagi cerita dengan temen-temen di
dunia virtual,mudah-mudahan bermanfaat. Pameran yang kami gelar pada intinya
memang membuat masyarakat dapat melihat karya-karya seni rupa. Memang sudah
lama masyarakat Bumiayu tidak di suguhi karya-karya seni rupa secara langsung.
Dari beragam jenis lukisan yang ditampilkan tentunya mengundang tanya para
apresiator. Sewaktu pameran belangsung memang cukup banyak orang yang
berlama-lama melihat karya dan mengobrol tentang lukisan dengan saya dan juga
temen saya. Dari semua obrolan memang mereka cukup senang dengan kegiatan
seperti pameran lukisan ini, dan bahkan pameran lukisan di trotoar baru pertama
kali di adakan di Bumiayu. Dari sambutan dan antusiasme masyarakat saja kita
sudah cukup senang dan bangga.
Tetapi apakah cukup sampai disitu penghargaan sebuah
karya seni, apakah dengan pujian kita lantas sombong dan lupa diri. Dari
komentar-komentar yang diucapkan audiens memang cukup beragam, dari mulai yang
baik sampai dengan yang tidak enak di dengar. Tetapi itulah resiko dari sebuah
karya yang hadir di publik akan mengundang kritik dan saran. Seniman tentunya
menginginkan karyanya dapat laku terjual, itulah salah bentuk penghargaan
tertinggi terhadap karya seni tanpa mengabaikan nilai estetikanya. Dengan kata
lain seniman atau pekerja seni juga butuh makan. Kita sering mendengar lukisan
si seniman ini laku sekian sampai sekian, bahkan sampai dapat dikatakan harga
tidak wajar untuk sebuah lukisan. Kenapa hal ini dapat terjadi pada sebuah
lukisan kadang harganya bisa selangit dan sangat mahal. Jawaban singkat nya
itulah seni yang memang harus dibayar mahal karena tidak semua orang dianugrahi
kemampuan dalam seni serta seni membutuhkan tingkat pemahaman, kreatifitas,
teknik yang tidak biasa.
Lalu kondisi semacam itu apakah sudah dipamahami oleh
masyarakat Bumiayu. Saya rasa mereka belum menyadari secara substansial dari
seni itu sendiri. Dari pengalaman saya dilapangan dalam menggelar lukisan
berasama temen komunitas. Masyarakat Bumiayu masih dalam pemahaman yang
konservatif, mereka masih menghargai sebuah karya seni sebatas media atau
ukuran yang digunakan. Misalkan sebuah drawing menggunakan pensil warna atau
pastel, mereka pasti akan menawar dengan harga yang sesuai dengan media yang
digunakan. Tetapi ketika ada lukisan dengan cat minyak, mereka kadang
perbandingan ukuran lukisannya. Ketika lukisannya kecil mereka akan menawar
dengan nilai yang rendah, sebaliknya lukisan dengan ukuran yang besar mereka
juga menawar dengan harga yang cukup(dalam persepsi mereka cukup). Ada lagi
sebuah gambar dengan pensil hitam atau konte akan ditawar dengan harga paling
rendah, dikarenakan menggunakan pensil yang dikira mereka gampang dalam
menggambarnya. Tetapi ada beberapa orang yang sudah memahami esensi seni,
mereka tahu tetapi hanya sebatas pemahamannya saja, disamping memang faktor
ekonomi tidak mendukung untuk mencoba mengoleksi karya seni.
Cuma sebatas itukah mengghargai sebuah karya seni,
sungguh pemahaman yang sangat dangkal. Idealnya jika sebuah karya seni masih
dilihat sebatas kulitnya tanpa meninjau lebih dalam lagi. Dari sebuah karya
seni tentunya memiliki esensi dan estetika, itulah yang membedakan benda seni
dengan benda industri atau sehari-hari. Itulah pemahaman yang masih melekat
pada sebagian besar masyarakat Bumiayu, memang harus disadari Bumiayu memang
bukan kota seni yang masyarakatnya melek seni. Tetapi dengan adanya kegiatan
seni yang intens, maka dari situ akan timbul pembelajaran bagi publik. Tidak
semua orang dapat menciptakan semua karya seni, tidak semua orang mampu memunculkan
bakatnya dalam seni. Karena seni memag butuh nilai lebih, berupa kepekaan
disamping di dukung dengan skill, dan pemikiran yang jauh dari biasanya. Kalau
kita tengok sejarah Renaisans, Mesir, Maya, Yunani, Indonesia, diamana seni
telah ikut andil dalam membangun sebuah peradaban. Dimana dapat kita temui
berupa peninggalan-penigalan bangunan bersejarah yang memiliki nilai seni
tinggi.
Seni telah menjadi bagian dari kehidupan manusia,
kehidupan manusia tanpa seni maka akan menjadi hambar dan biasa saja. Jadi
menghargai sebuah karya seni tidaklah sebatas luarnya saja atau tampilannya
saja. Di dalam sebuah karya seni terkandung makna, cerita, pesan, pembelajaran,
peringatan, yang kadang dapat dijadikan sebuah perenungan dan introspeksi bagi
manusianya. Seni telah mewarnai perejalanan kehidupan manusia dari waktu ke
waktu, dan telah menghasilkan pemahaman baru dalam membaca dunia atau bahkan
masa depan. Karena disadari atau tidak terkadang seniman atau pencipta seni
dapat dikatakan mendahului jamannya. Ketika masyarakat belum siap dengan
hadirnya karya dari sang seniman, maka yang terjadi adalah sikap tidak tahu dan
bahkan mecemooh. Banyak contoh yang telah dialami para seniman pendahulu kita,
seperti apa yang dialami Vincent Van Gogh. Lukisan Van Gogh tidak pernah
diterima masyarakat pada waktu, karena dianggap aneh dan tidak sesuai dengan
tren pada waktu. Sampai akhirnya Van Gogh wafat pada usia yang masih sangat
muda, lukisannnya tidak pernah ada yang membelinya. Van Gogh tidak pernah
menikmati hasil jerih payahnya dalam menekuni seni.
Tetapi apa yang terjadi, justru setelah kematiannya
barulah lukisan Van Gogh dicari dan di buru oleh para kolektor. Dan semua
lukisan yang jumlahnya ribuan dapat terjual habis dan bahkan gaya lukisan Van
Gogh akhirnya mengilhami aliran baru dalam seni lukis, yaitu aliran
Ekspresionisme. Van Gogh tidak dapat menikamti hasil jerih payahnya, tetapi
yang menikmati justru adiknya yaitu Theo, yang selalu memberi dukunag moril dan
materil ketika Van Gogh menciptakan seninya. Itulah sebuah gambaran bahwa
kadang seniman muncul atau hadir memang mendahului jamannya, ketika masyarakat
belum siap seniman telah muncul dengan pemikirannya yang tidak lazim pada waktu
itu. Dan pada dasarnya seni memang membuthkan pemahaman yang lebih dalam
mencernanya tidak hanya sebatas kulit luarnya saja. Ada sebuah ungkapan yang
diungkapkan oleh Robert Motherwell bahwa “Seni merupakan hal yang tidak terlalu
penting dibandingkan dengan hidup, tapi sungguh malang jika hidup ini tanpa
seni”. Mudah-mudahan ini menjadi bahan renungan kita bersama, bahwa hidup itu
tidak hanya urusan makan minum, tidur, belajar, bekerja, tetapi ada yang lebih
penting yaitu seni untuk kehidupan yang lebih baik dan bahagia. Semoga tulisan
kegundahan saya bermanfaat bagi semua.[]
No comments:
Post a Comment