Tradisi Wagean di Bumiayu
Tradisi Wagean di Bumiayu
Masyarakat Bumiayu tentunya sudah
tidak asing lagi dengan istilah “Wagean”, ya sebuah aktifitas jual beli masyarakat
Bumiayu yang mengacu pada penanggalan
Jawa atau kalender Jawa. Sebagaimana kita tahu bahwa kalender Jawa
merupakan perpaduan antara budaya Islam dan budaya Hindu-Budha. Dan dalam
sistem kalender Jawa, siklus hari yang di pakai ada dua yaitu siklus mingguan
yang terdiri dari 7 hari dan siklus pekan Pancawara yang terdiri dari 5 hari
pasaran. Sistem yang di pakai untuk hari pasaran adalah menggunakan siklus
pekan Pancawara yang terdiri dari hari-hari seperti Legi, Pahing, pon, Wage dan
Kliwon. Jadi Pasar Wage sebuah aktifitas pasar yang berdasarkan penanggalan
Jawa, di mana masyarakat Bumiayu dan sekitarnya yang memperjualbelikan
barang-barang dagangan. Sebenarnya konsep dari wagean sendiri pada awalnya
adalah sebuah wadah untuk memperjualbelikan hewan ternak seperti sapi, kerbau,
dan kambing. Secara historis memang mengacu pada penanggalan Jawa, dimana
penanggalan Jawa selalu mempertimbangkan pada hari baik atau keberuntungan
melalui Primbon.
Tradisi masyarakat Jawa selalu berpegang pada
aturan atau panduan yaitu berupa Primbon. Di mana pengertian Primbon menurut
Franz Magnis Suseno, adalah buku-buku di mana dicatat saat-saat, tempat-tempat
dan syarat-syarat lain yang tepat untuk segala macam usaha. Jadi dalam segala
sesuatunya masyarakat Jawa selalu memepertimbangkan keseimbangan dalam
kehidupan. Hal itu mencakup keseimbangan dengan alam, dunia lain dan kekuatan
kosmis. Oleh karena itu manusia (masyarakat Jawa) tidak boleh bertindak gegabah
seakan-akan masalahnya terbatas pada dimensi sosial dan ilmiah. Termasuk dalam
pemilihan tempat jual beli, pemilihan hari, pemberian nama, pekerjaan dan
lainnya masyarakat Jawa mempertimbangkan kesatuan dan keserasian.
Dalam hal pemilihan tempat misalnya
menjadi penting dengan alasan keselamatan. Menurut Franz Magnis Susuno, bahwa
dalam rangka pandangan Dunia Jawa, manusia tentu berkepentingan agar setiap
orang menempati tempatnya yang tepat. Di tingkat masyarakat, tanda yang paling
jelas bahwa setiap pihak berada pada tempat kosmisnya yang tepat adalah
keselarasan sosial. Dari semua pertimbangan di atas maka tidak salah pemilihan
tempat jual beli seperti pasar, memerhatikan aturan yang ada seperti yang di
anut masyarakat Jawa. Kenapa hari pasaran Wage berada di Bumiayu, tentunya
berdasarkan pertimbangan Primbon dan kalender Jawa serta menurut pendapat para
sesepuh.
Aktifitias
perdagangan yang berada di ruas jalan utama Bumiayu-Salem, secara historis pada awalnya adalah pasar
tempat penjualan hewan ternak dan dinamakan Pasar Hewan. Karena pasar tersebut
jatuh pada hari pasaran Wage, maka masyarakat Bumiayu menyebutnya dengan
sebutan Pasar Wage. Dan aktifitas warga yang datang melakukan transaksi jual beli dan interaksi
sosial di pasar wage disebut dengan istilah “Wagean”. Hewan ternak yang di
perjualbelikan di Pasar Wage antara lain seperti sapi, kerbau, kambing,
kelinci, jenis burung dan ikan. Pasar
Hewan dalam perkembangan selanjutnya, mulai di padati pedagang-pedagang yang
berjualan alat pertanian, perkebunan, perikanan, dan kebutuhan lainnya. Di mana
komoditi dalam pertanian dan peternakan di dukung oleh alat dan juga
kelengkapan lainnya. Maka dari itu tidak heran jika dalam perkembangannya Pasar
Wage terdapat pedagang yang mensuplai kelengkapan alat pertanian dan
peternakan.
Pedagang alat pertanian yang menjual barang dagangannya di sepanjang Pasar Wage. |
Tetapi dengan adanya pedagang yang
memperjualbelikan barang-barang kebutuhan pertanian sampai dengan pakaian,
tidak membuat transaksi jual beli ternak kehilangan identitasnya. Pasar Wage
tetap menjadi ajang jual beli ternak di wilayah Bumiayu dan sekitarnya. Dengan
adanya pedagang yang memperjualbelikan barang-barang kebutuhan rumah tangga dan
perlengkapan lain, Pasar Wage semakin ramai di padati oleh pembeli dari
berbagai daerah. Warga masyarakat Bumiayu Wagean untuk mencari dan membeli
barang-barang dengan harga yang bersaing dan murah. Di pasar Wage memang
memperjualbelikan barang dengan harga yang murah, tetapi dengan kwalitas yang
tidak berbeda jauh dengan yang ada di toko-toko.
Di Pasar Wage dapat ditemui
barang-barang yang tidak ada di toko-toko dan tentunya harga juga lebih murah.
Barang-barang seperti fashion, elektronik, barang antik, obat-obatan
alternatif, buku-buku, onderdil motor, pernak-pernik asesoris, sampai dengan
kuliner semua ada di Pasar Wage. Semua barang-barang tersebut ada dalam kondisi
baru dan juga ada yang second, dan tentunya harga juga berbeda dengan
yang ada di toko. Di samping itu di Pasar Wage kadang di temui para pedagang
yang menjual hewan dari mulai kelinci, ikan, ular, kura-kura,
tokek, iguana, burung hantu, monyet, landak dan hewan-hewan eksotik lain, yang
tidak lazim dipelihara tersedia di Pasar Wage Bumiayu. Itulah yang membuat daya
tarik dari Pasar Wage di Bumiayu selain sebagai ajang jual beli, pasar tersebut
sebagai wahana hiburan warga Bumiayu dan sekitarnya.
Dengan
adanya para pedagang tersebut membuat daya tarik Pasar Wage, sehingga pasar
tersebut selalu ramai dipadati oleh para pembeli dari berbagai wilayah di
Brebes Selatan. Dan keramaian pada hari wage tersebut membuat lalu lintas di
kota Bumiayu macet selama ada aktifitas Pasar Wage. Dimana kita semua juga
tahu, kota Bumiayu pada hari-hari biasa juga selalu macet karena aktifitas
pasar dan juga parkir yang semrawut. Apalagi kalau bertepatan dengan adanya
Pasar Wage, lalu lintas di Bumiayu dari ruas jalan utama sampai jalan-jalan
kecil macet dan tersendat. Jika hari pasaran Wage bertepatan dengan hari minggu
atau hari libur Nasional, Pasar Wage semakin ramai dan lalu lintas semakin
macet.
Terlebih
lagi jika mendekati hari raya Idul Fitri atau Idul Adha, Pasar Wage semakin
ramai dan dipadati pengunjung. Hal ini dikarenakan para perantau yang pulang
kampung belanja kebutuhan untuk keperluan lebaran di Pasar Wage. Sehingga warga
Bumiayu yang dari rantau tumplek jadi satu, ditambah lagi dengan warga dari
sekitar Bumiayu seperti Paguyangan, Tonjong, Bantarkawung dan Salem. Di sisi
lain masyarakat Bumiayu juga mengenal tradisi “Prepegan”, adalah waktu dalam
hitungan hari yang menandakan akan berakhirnya bulan Ramadhan dan menyambut
datangnya Hari Raya. Dengan adanya Prepegan warga Bumiayu mengungkapkan dalam
wujud rasa syukur dan kegembiraan menyambut Hari Raya. Sehingga warga
mempersipakan segala kebutuhannya menjelang hari raya, sasaran untuk membeli
kebutuhan tersebut salah satunya adalah di Pasar Wage. Baik dalam perayaan hari
raya Idul Fitri atau Idul Adha, warga Bumiayu
selalu memadati Pasar wage dan melakukan aktifitas wagean.
Aktifitas
jual beli di Pasar Wage dan interaksi sosial di pasar tersebut, apabila
dicermati merupakan bentuk budaya yang telah tarkait dengan masyarakat dan
terbentuk melalui relasi sosial. Di dalam Pasar Wage terbentuk relasi
perdagangan melalui kesadaran
kolektif secara ekonomi, sosial dan budaya sekaligus. Bedanya dibanding pasar-pasar
lain, di pasar Wage ini iklim perdagangan yang terbentuk masih bersifat
tradisional. Bentukan dari tindakan-tindakan terdahulu (tradisi) yang terproses
panjang oleh perjalanan waktu. Jadi pada intinya memang tradisi “Wagean”
bertumpu pada tradisi Jawa baik dalam penanggalan maupun dalam interaksi jual
belinya. Bentuk budaya yang dimaksud adalah berlangsung aktivitas jual-beli
yang kaya nilai-nilai lokal. Seperti keramahan masyarakat dalam bertegur sapa
dan ramainya suasana tawar-menawar untuk mencapai kesepakatan harga. Sehingga
yang terjadi adanya interaksi sesama warga Bumiayu dan sekitarnya yang lebih
hidup ketika berada di dalamnya.
Dalam budaya Jawa
memang selau mengedepankan nilai-nilai luhur yang berkaitan dengan keramahan
dan kebersamaan antar sesama. Filsafat masyarakat Jawa mengajarkan orang dalam
pergaulan masyarakat bersikap ramah tamah, menghargai sesama manusia. Lebih spesifik
Franz Magnis Suseno menjelaskan, bahwa masyarakat Jawa mengatur
interaksi-interasksinya melalui dua prinsip, prinsip kerukunan dan hormat.
Sehingga warga Bumiayu melangsungkan segala aktifitasnya berpegang pada
nilai-nilai kearifan lokal tersebut. Tak terkecuali dalam aktifitas jual beli
di Pasar Wage, sehingga yang terjadi adalah terjalinnya pertemanan dan
persaudaraan. Itulah istimewanya sebuah wagean disamping sebagai transaksi jual
beli, juga sebagai ajang untuk silaturahmi dan persaudaraan. Dengan pergi ke
wagean kita dapat dipertemukan dengan saudara, teman lama atau bahkan menambah
teman melalui transaksi jual beli.
Aktifitas jual beli hewan ternak di Pasar Wage Bumiayu. |
Itulah
kelebihan dari tradisi wagean di Bumiayu, sehingga setiap hari pasaran wage
senantiasa ramai dikunjungi oleh warga Brebes Selatan. Tradisi wagean juga
melebur status sosial yang ada di masyarakat, yaitu bertemunya orang kaya dan
orang kecil (wong cilik). Di mana kita tahu dalam tradisi Jawa terdapat
dua status sosial yaitu Wong Cilik dan Kaum Priyayi. Wagean telah
menjadi bagian dari Budaya yang ada di wilayah Bumiayu, dan senantiasa ramai di
kunjungi dan dipadati oleh warga. Wagean telah menjadi aktifitas warga Bumiayu
dan sekitarnya, yang berdasarkan nilai-nilai luhur budaya Jawa. Maka dari itu Dengan
tingginya animo warga masyarakat Bumiayu yang mengunjungi Pasar Wage,
seharusnya perlu di imbangi dengan pembenahan sarana dan prasarana yang lebih
menunjang dan lebih baik lagi. Pembenahan jalan raya, peraturan pedagang,
retribusi parkir, dan sarana pasar yang ideal, merupakan beberapa upaya dalam
melestarikan tradisi wagean di Bumiayu.
Pembenahan sistem yang baik dan
teratur diharapkan dapat membuat pasar wage tetap bertahan tanpa meninggalkan
tradisi lokal yang ada di wagean. Di sisi lain dengan adanya era globalisasi
dan era teknologi, yang tak dapat dibendung
tidak membuat tradisi wagean di Bumiayu itu hilang. Maka dari itu pemerintah
harus bersikap bijak dalam menyikapinya, dan tetap berpihak pada budaya
kearifan lokal. Dengan menjamurnya budaya pasar modern seperti supermarket,
minimarket, dan mall, pemerintah setempat harus tetap mempertimbangkan kearifan
budaya lokal yang berpihak pada kerakyatan. Tradisi wagean yang ada di tengah
kota Bumiayu tanpa
harus kehilangan identitasnya sebagai salah satu simbol ekonomi dan budaya
kerakyatan. Semakin banyak perhatian pemerintah dapat mewujudkan keberpihakan
kepada rakyat dalam kebijakan pembangunan, maka pembangunan kota akan semakin
mendapat tempat di hati masyarakat. Kita sebagai bagian dari masyarakat Jawa,
ikut berperan serta dalam melestarikan kearifan budaya lokal. Maka dari itu
sebagai warga masyarakat Bumiayu, mari kita lestarikan budaya “wagean” dengan
mengunjungi pasar wage dengan sikap yang rukun dan ramah tamah. Dengan semua
itu diharapkan tradisi “wagean” yang sudah ada sejak dulu dapat tetap lestari
ditengah era globaliasasi.
Salam Budaya!!
No comments:
Post a Comment