Keindahan
Dalam Seni
Seni pada umumnya memang memilki
keindahan, dan memang karya seni harus memilki nilai keindahan untuk membedakan
dengan benda yang lain. Benda lain disini, adalah benda atau barang ciptaan
manusia yang mempunyai orientasi nilai guna bukan artistiknya. Maka dari itu
penciptaan sebuah karya seni memang membutuhkan ketrampilan khusus dan di
dukung dengan teknik dan imajinasi. Karya seni tentunya berbeda dengan
benda-benda keseharian yang digunakan oleh manusia untuk kepentingan hidup. Walaupun
seni juga menunjang dalam kehidupan manusia. Dalam bahasan berikut akan dibahas
tentang nilai keindahan dalam sebuah karya seni, dan bagaimana sebarnya
substansi keindahan tersebut.
Secara historis ilmu tentang kajian
keindahan dikenal dengan istilah estetika. Makna harfiah dari “estetika” adalah
“teori tentang ilmu penginderaan”. Kata estetika secara etimologis berasal dari
bahasa Yunani yaitu αισθητική, dibaca aisthetike, yang mengandung arti ilmu
tentang hal yang dapat dirasakan dengan perasaan. Tetapi dalam perkembangannya
kata estetika diberi pengertian yang dapat diterima secara lebih luas ialah
“teori tentang keindahan dan seni”. Dahulu estetika dianggap sebagai suatu cabang
filsafat, sehingga memiliki arti sebagai sinonim dari “filsafat seni”. Tetapi dalam perkembangannya
sejak akhir abad 19, dimana pada waktu itu berkembang gejala atau faham yang
lebih menekankan pada sifat-sifat empirisme. Hingga pada abad tersebut munculah
filsuf yang pertama mengenalkan estetika sebagai salah satu disiplin ilmu,
yaitu Alexander Gottlieb Baumgarten (1735). Baumgarten mengkhususkan penggunaan
estetika untuk teori tentang keindahan artistik, karena ia berpendapat seni
sebagai pengetahuan perseptif. Oleh karena itu Baumgarten menganggap bahwa
estetika adalah sebagai “ilmu pengetahuan tentang seni”.
Nilai suatu
keindahan dapat dirasakan oleh setiap manusia, karena nilai indah itu bersifat
universal. Setiap manusia mempunyai potensi untuk “merasakan” keindahan, bahkan
terhadap keindahan yang sama sekalipun. Berikut ini akan di jelaskan beberapa
pendapat tentang substansi dari nilai keindahan. Bagaimana keindahan itu timbul
dan dapat dirasakan oleh manusia, Berikut beberapa pendapat mengenai substansi
keindahan dalam kajian estetika.
1.
Objektif Rasionalis.
Nilai indah itu ada karena memang objek itu sendiri memang
indah. Keindahan itu timbul karena pengaturan yang rapi dan teratur, komposisi
yang serasi antara pendek dan tinggi, atau mungkin pengaturan warna-warna,
komposisi bentuk pada suatu objek dan pengaturan yang lainnya. Pertimbangan
seperti ini menunjukan bahwa substansi indah itu ada pada diri objek itu
sendiri, yang sekaligus tangkapan rasio. Dan keindahan ini hanya dirasakan oleh
manusia yang mempunyai akal sehat dalam artian yang mempunyai kewarasan.
2.
Subjektif Psikologis.
Teori ini berpendapat bahwa nilai indah itu sebenarnya adalah
ungkapan perasaan. Apa yang dilihat hanyalah sebagai penyulut dari pengungkapan
perasaan itu. Maka hakikat nilai indah bukanlah pada objek, tetapi pada subjek
yang perasaannya terungkap. Hanya orang-orang
yang memilki kehalusan perasaan, yang mempunyai kepekaan terhadap nilai
indah.
3.
Subjektif Empiris.
Menyatakan bahwa nilai indah itu merupakan kenikmatan yang
diobjektivikasikan. Maksudnya adalah terbuktinya rasa nikmat itu dalam
pengalaman. Bagi pendapat ini, kenikmatan yang sebenarnya adalah kenikmatan
keindahan yang teralami dalam kehidupan bukan hanya angan-angan.
4.
Subjektif Experience.
Pendapat ini menyatakan bahwa nilai indah itu adalah nilai
suatu keberhasilan dari suatu proses pengalaman yang panjang. Maka nilai indah
itu tidaklah bersifat tiba-tiba, tetapi ada proses pengalaman sampai akhirnya
keberhasilan itu dapat dicapai.
5. Objektif Metafisik.
Bahwa nilai indah itu terkait dengan
pertimbangan-pertimbangan metafisik atau teologis-religius. Atau ada yang
mengatakan sebagai estetika spritualis, yang mengajak pada pengakuan akan
kebesaran Ilahi.
Itulah beberapa
teori yang mencoba mendifinisikan apa sebenarnya nilai keindahan, dan bagaimana
keindahan itu muncul. Dan dalam perkembangan pemikiran generasi selanjutnya,
tidak menutup kemungkinan muncul pendapat yang baru mengenai keindahan. Tetapi
dari beberapa pendapat atau teori di atas, menujukan bahwa betapa keindahan itu
merupakan persoalan yang menarik dan tidak sederhana.
Bahasan di atas
masih dalam konteks keindahan secara umum, dalam artian keindahan itu ada dalam
diri manusia dan di alam semesta. Keindahan belum merambah ke dalam bentuk
karya seni, dalam persoalan estetika nilai keindahan terus di teliti dan di
gali. Para pemikir dan filsuf terus menggali dan mencoba berpendapat tentang
keindahan. Berikut akan dikutip salah satu pemikir, yang berteori tentang nilai
keindahan dalam karya seni.
Berikut akan
dikutip dari pemikiran Witt H. Parker, dalam sebuah bukunya The Analisys of Art, yang memeras
ciri-ciri umum dari bentuk estetik menjadi 6 asas, antara lain :
1.
The Principle of Organic Unity ( Asas kesatuan organis)
Asas ini berarti setiap unsur dalam karya seni adalah perlu
bagi nilai karya itu sendiri. Nilai suatu karya sebagai keseluruhan tergantung
pada hubungan timbal balik dari unsur-unsurnya yakni setiap unsur memerlukan,
menanggapi dan menuntut setiap unsur lainnya. Pada masa lampau asas ini
disebut kesatuan dalam keanekaan (unity in variety). Ini merupakan
asas induk yang membawakan asas-asas lainnya.
2.
The Principle of Theme (Asas tema).
Dalam setiap karya seni terdapat satu (atau beberapa) ide
induk atau peranan yang unggul berupa apa saja (bentuk, warna, pola, irama,
tokoh atau makna) yang menjadi titik pemusatan dari nilai keseluruhan karya
itu. ini merupakan kunci bagi
penghargaan dan pemahaman orang terhadap karya seni itu.
3.
The Principle of Thematic Variation (Asas variasi menurut tema).
Tema dari sesuatu karya seni harus disempurnakan dan
diperbagus dengan terus-menerus mengumandangkannnya. Agar tidak menimbulkan
kebosanan, pengungkapan tema harus tetap sama itu perlu dilakukan dalam
berbagai variasi.
4.
The Principle of Balance (Asas
keseimabangan).
Keseimbangan adalah kesamaan dari unsur-unsur yang berlawanan
atau bertentangan. Dalam karya seni, walau unsur-unsurnya tampak bertentangan,
tetapi sesungguhnya saling memerlukan karena bersama-sama mereka menciptakan
suatu keutuhan. Unsur-unsur yang saling berlawanan itu tidak perlu hal yang
sama, karena ini lalu menjadi kesatuan. Dengan kesamaan dari nilai-nilai yang
saling bertentangan terdapatlah keseimbangan secara estetis.
5.
The Principle of Evoluiton (Asas
Perkembangan).
Dengan asas ini dimaksudkan oleh Parker kesatuan dari proses
yang bagian-bagian awalnya menentukan bagian-bagian selanjutnya bersama-sama
menciptakan suatu makna yang menyeluruh. Jadi, misalnya dalam sebuah cerita
hendaknya terdapat hubungan sebab akibat atau rantai tali temali yang perlu,
yang ciri pokoknya berupa pertumbuhan atau perhimpunan dari makna keseluruhan.
6.
The Principle of Hierarchy (Asas Tata Jenjang).
Kalau asas-asas variasi menurut tema, keseimbangan dan
perkembangan mendukung asas utama kesatuan organis, maka asas yang terakhir ini
merupakan penyusunan khusus dari unsur-unsur dalam asas-asas termaksud. Dalam
karya seni yang rumit, terkadang terdapat satu unsur yang memegang kedudukan
yang penting. Unsur ini mendukung secara tegas tema yang bersangkutan dan
mempunyai kepentingan yang jauh lebih besar ketimbang unsur lainnya.
Demikian 6 (enam)
unsur yang menurut Witt H. Parker yang diharapkan menjadi unsur-unsur yang
dapat dijadikan suatu logika tentang bentuk estetik. Memang sebuah karya seni
harus mempertimbangkan aspek-aspek di atas, sebagai pendukung terciptanya
sebuah karya seni yang baik dan sempurna. Dan karya seni yang mengandung
unsur-unsur estetika di atas, maka akan mempunyai karakteristik tersendiri dan
tentu saja karya seni tersebut indah. Dan lebih jauh James Yoyce dalam bukunya A Potrait of The Artist as a Young Man, mendefinisikan
bahwa karya seni pada intinya mempunyai tiga karakteristik dalam wujudnya,
yaitu :
1. Integritas.
2. Harmoni.
3. Individuasi.
Integritas adalah ketunggalan atau kesatuan
yang padu dari semua unsur dan bagian-bagiannya, yang masing-masing berfungsi
membangun wujudnya. Jadi integritas bukan sekedar kumpulan dari bagian-bagian
tanpa hubungan fungsional dalam mewujudkan bentuknya.
Harmoni atau keselarasan adalah proporsi dan hubungan atau pertalian yang
tepat dari bagian-bagian. Sebab dalam karya sebuah karya seni memang ada
berbagai macam unsur yang saling mengisi, maka dari itu harus keberaturan. Karena adanya sifat-sifat yang saling
bertenatangan namun harus dapat dicapai suatu keseimbangan dan kestabilan yang
dinamis bagi penghayatnya.
individuasi adalah suatu keunikan tertentu, yang
berarti bahwa keindahan cipta seni dan budaya tak dapat dipertukarkan dengan
keindahan ciptaan lain. Maksudnya adalah setiap hasil karya seni dan budaya
memang mempunyai kesamaan secara universal, tetapi kausal atau muasal bentuk
kejadiannya adalah spesifik dan juga unik. Jadi setiap karya seni yang lahir
didasari dengan latar belakang yang berbeda, sehingga ketika karya seni itu
lebih spesifik dan mempunyai ciri yang khas.
Dari semua
bahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keindahan sebagai pengertian
yang relatif, relatif berdasarkan subjeknya atau yang melihatnya. Oleh karena
keindahan itu relatif, maka sebaiknya meninjau seni tanpa sangkut pautnya
dengan keindahan. Karena keindahan itu tidak hanya pada karya seni, keindahan
ada pada alam semesta, pada ucapan, moral, dan perbuatan. Hanya saja sifat
relatif dalam menyerap dan merasakan nilai keindahan berbeda-beda, hal ini
dikarenkan tidak semua manusia mempunyai kadar persepsi yang sama. Kiranya hal
ini berhubungan dengan cita rasa yang sebagian besar mungkin merupakan hasil dari konvensi atas lingkungan kita
masing-masing daripada hasil persepsi yang aktual. Mungkin banyak perbedaan
dalam meresapi sebuah keindahan, karena memang manusia mempunyai kapasitas yang
berbeda. Dan dalam hubungan nya dengan keindahan, perlu ditekankan bahwa Allah
itu Maha Indah, dan mencintai Keindahan.[]
No comments:
Post a Comment